Sabtu, 15 September 2012

0 Game Online, merusak Mental Anak


Game online (permainan ketangkasan berbasis internet) di kalangan anak-anak semakin mewabah. Game-game tersebut bisa diakses di hampir semua gadget, mulai ipad, smartphone, hingga handphone biasa yang terkoneksi internet. Selain itu, hampir setiap warnet menawarkan beragam permainan permainan.
Banyak sekali  jenis games online yang menarik minat anak-anak. Sebut saja Point Blank, AyoDance, Dot.A, Ragnarok, Dragon Nest, Yulgang, Street Dance, dan Countre Strike atau CS. Tidak hanya anak-anak, game juga membuat orang dewasa kecanduan. Mereka bisa berjam-jam duduk di depan layar monitor.
Apalagi di era 2000-an game terus mengalami perubahan. Bahkan, game online seperti Point Blank atau PB yang sudah lama ada, masih cukup banyak peminatnya. Game itu seakan menjadi primadona, anak-anak hingga dewasa. Tidak jarang, banyak pelajar nekat membolos sekolah hanya demi mencuri waktu ke warnet.
Anak yang memiliki ipad atau komputer tablet di rumah, banyak yang menjadi kecanduan dan autis karena menghabiskan waktu untuk bermain game. Mereka menjadi tidak fokus lagi akan kegiatan anak-anak pada umumnya. Seperti bermain dan belajar. "Harus diwaspadai, game online dapat mempengaruhi pikiran, sikap dan perilaku anak,"kata sekretaris Komisi Perlindungan Anak Indonesi (KPAI) M Ihsan, kepada INDOPOS, kemarin (11/9).
Perubahan perilaku ini jika pencinta game online terbiasa memainkan materi kekerasan, sehingga perilaku anak dapat menjadi agresif. "Perubahan perilaku dan pikiran ini lantaran frekuensi penggunaan game online telah melewati batas. Apalagi jika dilakukan secara rutin setiap hari," paparnya.
Bahkan tidak menutup kemungkinan, perubahan perilaku ini bisa berubah menjadi tindakan kriminal, sebut saja tawuran, bullying, kekerasan, bahkan ada juga yang melakukan pencurian dan perampokan. Untuk mengetahui apakah anak mulai terpengaruh game online atau tidak lanjut M. Ihsan, ini  dapat terlihat dari gejala-gejala yang terlihat dalam pribadi anak tersebut di antaranya susah konsentrasi, jarang di rumah dan selalu mencari alasan untuk bisa keluar rumah.
"Jika ada game online di rumah suka mengurung diri di kamar dengan alasan belajar dan sebagainya," jelasnya. Berdasarkan penelitian Kaiser Family Foundation, hampir sebagian besar anak-anak bermain game online lebih dari 7,5 jam perhari.
Padahal, terang Ihsan, dari  kajian american journal of preventive medicine tahun  2007 Anak-anak yang nonton tv atau game antara 2-4 jam perhari bisa menyebabkan 2-3 kali lebih rentan terhadap tekanan darah tinggi.
"Makanya kami meminta pemerintah untuk mengeluarkan regulasi tentang izin warnet dan play station yang buka 24 jam dan tidak memberi kebebasan pada anak tanpa aturan," paparnya. Psikolog dari Personal Growth, Pustika Rucita mengakui, sekarang ini banyak fenomena anak bermain game online di komputer, laptop, smartphone, hingga komputer tablet.
Dampak yang paling banyak dirasakan adalah lupa waktu. "Pulang sekolah main game. Yang parah kalau game diambil mereka menunjukan sikap tidak suka. Ketika di dalam kelas pun pikiran mereka selalu ke game. Sudah bisa disebut ketergantungan main game. Nilai mereka banyak yang turun," ujar Cita, sapaan Pustika Rucita kepada INDOPOS di Jakarta, kemarin (10/9).
Dampak negatif yang lebih parah, kata Cita, anak-anak kerap meniru adegan-adegan yang ada di permainan tersebut. Terutama, game berbau kekerasan. Kebanyakan yang meniru hal tersebut adalah anak-anak yang belum matang pikirannya. "Game-game perang, berantem paling banyak mempengaruhi sikap negatif tersebut.
Mereka menganggap, kalau ada yang menyakiti mereka harus dibalas," tegas Cita. Menurut psikolog dari Universitas Indonesia (UI) ini, di tempat ia bekerja sudah banyak orang tua yang membawa anaknya karena keluhan game addiction. Kebanyakan anak-anak tidak sadar kalau mereka sudah terpengaruh bermain game berlebihan.
"Orang tua menyadari kalau nilai anak sudah turun. Kebanyakan yang bawa orang tua mereka. Mereka lama-lama menyadari performa di sekolah turun," ucapnya. Untuk menghilangkan potensi kekerasan dalam anak, kata Cita, anak-anak dialihkan ke kegiatan di luar. Misalnya olahraga tinju maupun sepak bola. "Anak-anak dan orang tua juga harus disiplin mengawasi. Kalau tidak sikap tersebut akan kembali lagi," tuturnya.
Ia menilai, mudahnya orang tua mendapatkan dan memberikan gadget kepada anak membuat jumlah pecandu game meningkat. Kalau pun diberikan, orang tua harus mengatur waktu kapan boleh bermain dan mengawasi jenis permainan mereka. "Makin ke sini monitor orang tua mulai hilang.
Makanya anak-anak bebas bermain game sesuka mereka. Ketika sudah terlambat baru menyadari," katanya. Butuh Pengawasan Kementerian Sosial (Kemensos) mengakui, tingkat kekhawatiran orang tua terhadap pengaruh gama online kepada sikap anak mereka sangat tinggi. Padahal, awalnya orang tua tidak mengkhawatirkan masalah tersebut.
Direktur Perlindungan Anak Kemensos Nahar mengatakan, game online terbukti berdampak tidak baik bagi anak. Menjamurnya warnet dan game online menimbulkan kekhawatiran tersendiri. "Kita harus waspadai apa yang dimainkan dan yang dilihat baik-baik saja. Kita tidak bisa membatasi hak orang," ujar Nahar kepada INDOPOS di Jakarta, kemarin (10/9).
Pria yang juga menjabat sebagai penasehat Satgas Perlindungan Anak ini menjelaskan, pemerintah lebih fokus kepada pencegahan agar persoalan tidak bertambah besar. Pasalnya, tidak selamanya game online berdampak negatif. Banyak anak pintar juga hobi bermain game. "Ke depan kita berupaya ingatkan semua orang tua selalu cek apa yang dilihat anaknya.
Jenis game yang digunakan anaknya. Kalau anak sudah mencintai jangan lupa belajar," papar Nahar. Sementara itu, peragawati, model dan bintang film Arzetti Bilbina Huzaimi Setiawan mengaku cemas dengan bahaya kecanduan game online tersebut. Oleh karenanya, meski membekali anak-anaknya dengan  gadget, dia selalu membatasi pemakaiannya.
"Semua itu ada waktunya, nggak boleh keseringan. Apalagi jika ini berhubungan dengan game," katanya. Perempuan kelahiran Lampung, 4 September 1974 ini yang sempat absen di dunia hiburan dan konsentrasi kepada masa depan anaknya ini tidak mau perkembangan teknologi membawa pengaruh negatif bagi pertumbuhan anak-anaknya.
"Semua itu ada positif dan negatifnya, nggak ada salahnya kita mengantisipasi hal itu. Seperti halnya dunia internet, pengunaan yang berbau porno dan kekerasan harus kita antisipasi," jelasnya.
Oleh karenanya, Arzetti selalu menerapkan jam-jam tertentu untuk pemakaian game untuk anak-anaknya. "Senin sampai jumat untuk sekolah, berinteraksi dengan orang tua, keluarga dan  lingkungan. Kalaupun main game boleh di hari weekend dan itupun kami batasi," ungkapnya. (cdl/rko/ash)

0 komentar:

Posting Komentar

 

ekoqren Copyright © 2011 - |- Template created by O Pregador - |- Powered by Blogger Templates