Orangtua mana yang tidak ingin punya anak berprestasi? Tentu sangat bangga rasanya melihat anak menjadi jawara di bidang tertentu. Tetapi, obsesi memiliki anak berprestasi jangan sampai membuat orangtua menjadi ‘kalap’. Ujung-ujungnya anak dipaksa mengikuti berbagai les atau ketrampilan.
Ini yang disadari oleh Eva Kusuma Sundari dalam member pendidikan anak-anaknya. Anggota Komısı III DPR ini mengaku tıdak pernah memaksakan kedua anaknya untuk ıkut les prıvat ataupun bımbıngan belajar dı luar jam pendıdıkan formal jıka sı anak sendırı yang memınta. Polıtısı Perempuan PDI Perjuangan ını mengaku tıdak ıngın anaknya terbebanı oleh beban belajar yang sebetulnya belum harus dıpıkulnya.
"Anak ıtu punya kebutuhan sendırı. Mereka tahu apa yang kurang dan lebıh dırınya. Tınggal bagaımana ibunya bısa membangun komunıkası yang sehat dengan sı anak. Jadı ya tergantung pengennya anak aja sepertı apa," tutur Eva
Ibu dua anak ını, juga mengemukakan, sıstem pendıdıkan saat ını serıng kalı sangat membebanı anak-anak. Tıdak jarang dırınya melıhat, anak-anak SD yang seharusnya masıh memılıkı waktu bermaın yang banyak ternyata waktunya dıhabıskan dı tempat les-les prıvat hanya agar sı anak bısa lulus UN atau dıterıman dı SMP yang dııngınkan orang tuanya.
"Saya pıkır, kasıhan juga kalau sı anak harus sudah dıpaksa bısa membaca saat masıh TK, kemudıan sudah bısa berhıtung banyak. Saya khawatır ada ketıdakseımbangan pada anak tersebut. Karena ıtu saya sendırı pada anak saya yang masıh duduk dı PAUD membebaskan saja," tutur Eva yang mengaku banyak dıtawarı program les oleh banyak lembaga ını.
Namun, dıakuınya, les juga pentıng jıka memang dırasa sı anak membutuhkanya dan bıasanya ıtu terjadı pada anak usıa akhır SMP maupun SMA. Tapı sebaıknya juga, lanjutnya waktunya, agar bısa dısıasatı. "Anak saya yang SMA sebelum les saya tawarkan dulu. Kalau sı anaknya mau ya boleh. Tapı kalau sı anak merasa bısa menanganı masalah belajarnya, sebaıknya jangan dıpaksa. Saya pıkır masıng-masıng anak punya kecerdasannya sendırı. Tınggal bagaımana orang tua dan anak bısa membangun komunıkası efektıf agar kecerdasan sı anak bısa terasah," ujar Eva yg mengaku prıhatın dengan sıstem pendıdıkan saat ını.
Lain lagi menurut Ida Nangyu. Ibu tiga anak yang juga Humas Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (IWAPI) DKI Jakarta mendukung ketiga anaknya yang masih duduk di SD dan SMP untuk les di luar sekolah. "Les tambahan dimulai sore usai pulang sekolah. Dari jam 17.00 wib hingga 20.00 wib," ucapnya. Jenis mata pelajaran yang diikuti ilmu pengetahuan alam seperti matematika dan fisika.
Langkah itu dilakukanya untuk mendongrak prestasi akademik anak-anak. Usai lulus dapat melanjutkan ke SMA negeri dan kuliah di Universitas Indonesia. "Sekolah dengan nilai prestasi akademik akan membantu anak masuk kedokteran UI,” katanya.
Sebagai orang tua, Ida yang menyekolahkan anak-anaknya di Labschool Jakarta dan Al Azhar Bintaro mengaku les berdampak pada capain nilai. Tanpa harus menganggu jam sekolah anak-anak. Dengan begitu,kemampuan anak juga bisa terpantau selama belajar dan mengikuti les dan di sekolah.
Selain kursus pelajaran, anak-anak, kata Ida, juga mengikuti les musik. Sedangkan untuk di sekolah tambahan ekstrakurikuler. Ada dua pilihan ekstrakurikuler yakni basket dan marchingband. "Kebebasan memilih ekskul itu juga dapat membantu anak dalam bersosialisasi di lingkungan. Memiliki teman-teman tanpa harus menganggu pelajaran sekolah," katanya.
Ajak Anak Diskusi
Menurut Psikolog Anak dan remaja, Vera Itabiliana Hadiwidjojo, Psi., ada dua faktor terpenting yang harus diperhatikan orangtua dalam memilih sekolah bagi anaknya, yaitu kondisi dan kebutuhan anak. ”Selain kedua faktor tadi, aspek-aspek penunjang lain juga turut memengaruhi pemilihan sekolah. Misalnya kemampuan finansial orangtua,” ujarnya.
Saat ini banyak orang tua yang sudah mulai menyekolahkan anaknya sejak usia dini di Kelompok Bermain (KB) misalnya. Lantas, sejauh manakah, kebutuhan seorang anak masuk KB? Menurut Vera, anak sebenarnya belum 'wajib' bersekolah hingga usia tiga tahun. ”Pasalnya, stimulasi yang dibutuhkan anak di masa usia ini sebenarnya masih dapat dipenuhi di rumah,” tandasnya.
Psikolog yang juga praktek di Klinik RMC Depok ini mengungkapkan, sekarang ini, orangtua memang harus mengikuti aturan main sekolah yang bersangkutan. ”Anak juga sedini mungkin sudah harus mulai diajak berdiskusi tentang sekolah pilihannya. Ajak mereka berdiskusi pada saat mereka siap dan bisa diajak berdiskusi tentang pilihan apapun,” katanya.
Vera menyarankan, mencari sekolah dan les anak harus realistis, sesuaikan dengan kemampuan anak, baik akademis maupun sosialisasi. ”Hindari terlalu memaksakan kehendak pribadi orang tua, sehingga malah membuat anak merasa tersiksa di sekolah,” imbuhnya. Semangat sang anak sangat penting, karena semangat sangat berpengaruh besar terhadap cita-cita anak.
Namun, Vera mengatakan besar atau tidaknya semangat ini tentu dipengaruhi banyak faktor, lain apakah cita-citanya didukung atau dihargai orang sekitarnya, atau apakah cita-cita anak mendapat perhatian atau tidak dari orang tua dan sebagainya.
Anak yang menunjukkan bakat atau mengisyaratkan kegemaran tertentu membuat orangtua senang. Karena sang anak sudah menunjukkan ketertarikan dalam suatu hal. Bukan tidak mungkin hal itu menunjukkan kecerdasannya.
Beberapa orangtua yang antusias langsung meresponnya. Respon tersebut langsung memasukkan anak ke lembaga kursus atau les privat yang digemari anak. Tetapi menurut Vera, orangtua jangan terkecoh dengan kegemaran sang buah hati. ”Kalau anak suka dengan radio, dia suka ngomong-ngomong sendiri layaknya penyiar, orangtua jangan buru-buru memasukkan anak les public speaking atau MC,” ujar psikolog yang juga praktek di Kemang Medical Care itu.
Hal ini dikarenakan, minat anak masih labil di usia 4 - 11 tahun. Anak yang sekarang suka menari, beberapa bulan lagi ia tidak suka menari, dia lebih suka menggambar. ”Ketika anak sudah kita les-kan, dia tak serius lagi. Sayang waktu dan uangnya kan?,” ucapnya.
Menurut Psikolog Anak Seto Mulyadi, orang tua jangan memaksakan anaknya untuk ikut bimbingan belajar maupun les keterampilang tertentu. Seharusnya, orang tua menanyakan keinginan anaknya sebelum mengikutkan pada kegiatan tertentu.
"Kalau tidak terpaksa tidak dianjurkan anak-anak ikut bimbingan belajar. Biasanya kalau sakit atau telat masuk sekolah karena kegiatan bisa saja ikut. Tapi kalau rajin masuk sekolah tidak perlu," ujar Seto kepada INDOPOS di Jakarta, kemarin (14/9).
Menurut mantan Sekjen Komnas Anak tersebut, banyaknya bimbingan belajar dan les keterampilan yang diberikan kepada anak akan mempengaruhi kondisi psikologinya. Meskipun begitu, les keterampilan dan bimbingan belajar sangat perlu untuk mengembangkan bakan anak. "Bikin anak lebih ceria, periang, dan pergaulan luas," tuturnya.
Namun, lanjut Kak Seto, sapaan Seto Mulyadi, terlalu banyak mengikutkan anak pada bimbingan belajar dan les keterampilan dapat menimbulkan efek negatif. Misalnya, anak jadi phobia sekolah. Bahkan, bisa jadi lebih agresif, sering tawuran, bullying. "Karena anak merasa gagal di sekolah. Belajar jadi menumpuk," katanya.
Yang paling penting, katanya, orang tua menanyakan kepada anak seperti apa keinginannya. Kalau senan dan menikmati tidak masalah. "Tapi kalau cape mohon jangan ada paksaan," tegas Seto. (dms/yer/dew/cdl)
0 komentar:
Posting Komentar