Sabtu, 27 Oktober 2012
0 Indonesia Bangsa Yang Besar,bangsa yang berkarakter dan jati diri
Menjadi manusia seutuhnya adalah menjadi manusia yang memiliki jati diri,Kita hidup di tanah air indonesia ,Bangsa yang berkarakter berbudi luhur,ramah tamah dan gotong-royong.
Kita mengklaim Indonesia sebagai negara yang sangat besar. Dengan jumlah pulau yang bisa mencapai 18,000 buah, dan populasi sekitar 226 juta jiwa; tidak ada yang meragukan kalau bangsa ini memang benar-benar bangsa yang besar. Tetapi sebagai individu, bisakah kita juga menjadi ‘besar’? Jika ada seloroh ‘how low can you go?’; maka sekarang pertanyaan itu menjadi ‘How big can we be?’ Kita ini bisa sebesar apa? Ironis juga jika kita tinggal disebuah negara yang begitu besar, tetapi sebagai penduduk dan warga negaranya kita hanya bisa menjadi pribadi-pribadi yang kerdil. Kerdil bukan dari perspektif postur tubuh; melainkan dari nilai dan kualitas kepribadian kita. Ironis bukan hanya karena kita seolah tidak bisa mewakili kebesaran bangsa ini; melainkan juga karena kita tidak berhasil mengoptimalkan seluruh potensi diri kita yang sudah pasti nilainya sangat tinggi itu. Tetapi, apakah memang seharusnya kita menjadi pribadi-pribadi yang besar?
Sebentar dulu; sebenarnya seberapa besar sih Indonesia ini? Kita tahu itu besar; tapi ‘sebesar’ apa? Gampang; kita bandingkan saja negara ini dengan negara lain yang kita anggap besar. Sekarang coba tentukan dulu sebuah negara yang anda anggap besar. Sebut saja nama negaranya dalam hati. Apakah Amerika Serikat masuk kedalam daftar negara yang anda anggap besar? Baiklah, jika Amerika anda anggap besar; mari kita membuat perbandingan sederhana. Caranya; ambil peta negara Indonesia. Dan ambil juga peta Amerika dalam skala yang sama. Lalu, dengan bantuan komputer letakkan peta Indonesia anda tepat diatas peta Amerika. Jika ujung paling barat Indonesia itu dipadukan dengan daerah sekitar Colorado River diujung daratan Amerika, maka ujung timurnya akan melebihi batas daratan Amerika di sekitar Manhattan Island. Bagian selatan menyentuh Houston hinggá keutara melampaui Chicago bahkan nyaris menyentuh Toronto. Siapa yang tidak kenal kebesaran nama Amerika? Nah, kira-kira sebesar itulah negara kita itu loh…..
Pertanyaannya sekarang adalah; jika sebagai negara kita ini sebesar Amerika; apakah sebagai individu kita juga bisa sebesar orang-orang Amerika? Memang, jika yang menjadi tolak ukurnya adalah pendapatan perkapita, tentu kita tidak ada apa-apanya. Kita hanya bisa meraup sekitar $1,400 setahun jika dibandingkan dengan pendapatan perkapita orang Amerika yang lebih dari $40,000. Tetapi, tentu kebesaran seorang individu tidak bisa semata-mata diukur dengan nilai pendapatannya. Lagi pula, negara-negara maju lainnya pun pendapatan perkapitanya tidak sebesar itu. Kebesaran individu lebih dalam konteks kualitas diri yang dimilikinya. Oleh karenanya, pertanyaan kita tadi bisa dibuat lebih spesifik lagi; bisakah kualitas diri kita menyamai kualitas orang Amerika? Jika kita pelajar, misalnya; bisakah kualitas pelajaran atau daya nalar kita setara dengan pelajar Amerika? Jika kita seorang pekerja; bisakah kualitas pekerjaan kita sebanding dengan bule-bule Amerika? Dalam konteks itu; kita tidak boleh kalah dengan mereka. Serius.
Mengapa? Karena pada dasarnya Tuhan pasti memberi kita kemampuan yang tidak lebih rendah dari orang lainnya; terutama menyangkut kemampuan dasar untuk menjadi manusia yang bermartabat. Memang, seseorang bisa unggul dalam bidang eksakta, misalnya. Sedangkan orang lainnya lebih unggul dalam bidang sosial. Perbedaan itu hanyalah bersifat sektoral keahlian saja. Sengaja Tuhan buat begitu supaya manusia bisa saling mengisi dan melengkapi satu sama lain. Karena peradaban umat manusia tidak mungkin bisa dibangun hanya dari aspek matematika dan fisika saja. Oleh karenanya, jika setiap orang yang mempunyai kekurangan dan kelebihan berbeda-beda itu bisa benar-benar mengoptimalkan potensi dirinya; maka semua manusia akan sama tinggi martabatnya.
Salah satu penyebab utama; mengapa seseorang direndahkan oleh orang lain adalah karena orang ini dianggap tidak kompeten. Mengapa ada orang-orang yang tidak kompeten? Karena mereka tidak berhasil mengoptimalkan potensi dirinya. Sebab, jika dia mampu mengoptimalkannya; tidak mungkin dia tidak kompeten. Pasti dia kompeten. Ngomong-ngomong, pernahkah anda menemukan orang yang kompeten dalam bidang tertentu tapi dia dilecehkan? Tidak pernah, bukan? Setiap orang yang kompeten, pasti dihargai tinggi. Jadi, supaya kita mendapatkan martabat yang tinggi sebenarnya cukup sederhana; yaitu memiliki kompetensi yang baik. Itu saja? Belum. Itu baru setengahnya. Yang setengah lainnya apa? Perilaku yang baik. Pendek kata; jika kita benar-benar ingin menjadi orang bermartabat; ada dua hal yang perlu kita miliki; pertama kompetensi tinggi dan kedua, perilaku yang baik.
Bisakah kita memiliki kompetensi tinggi? Bisa, sejauh kita mampu mengoptimalkan potensi diri kita. Bisakah kita miliki perilaku yang baik? Bisa. Jika kita memang menghendakinya demikian. Tidak ada manusia yang diciptakan sempurna. Pasti ada kekurangannya. Tapi, pasti juga ada kelebihannya. Tidak ada manusia yang dilahirkan dengan hanya sifat buruk. Pasti ada sisi positif yang dibawanya ketika dia dilahirkan. Kita sendirilah yang memilih apakah hendak mengoptimalkan potensi diri yang telah Tuhan anugerahkan atau tidak. Dan kita sendirilah yang menentukan untuk memilih baik atau buruknya perilaku kita.
Tetapi, jika kita memilih untuk mengabaikan potensi diri yang ada, maka ironis sekali. Karena, kebesaran bangsa yang tidak diragukan lagi ini. Kekayaan alam yang tidak ada tandingannya ini, sama sekali tidak akan memberikan manfaat apapun kepada kita. Jika kita memilihnya demikian, maka bersiap-siaplah. Kita akan menyaksikan orang-orang asing semakin rakus mengeksploitasi kekayaan alam kita. Sampai terkuras habis. Sehabis-habisnya. Sementara kita hanya bisa menjadi kuli kasar bagi mereka. Tukang angkut. Tukang gali. Tukang sapu. Tukang disuruh-suruh. Tukang apa aja dalam posisi kepegawaian yang paling rendah. Dan tentu saja mendapat upah sekedarnya. Yang untuk sekedar hidup layak saja belum tentu cukup. Dan ketika sumber daya alam kita sudah habis, jadilah kita manusia-manusia kalah yang terbuang dalam kubangan-kubangan sisa galian pertambangan. Terjerumus kedalam lubang-lubang sumur bekas pengeboran. Dan tersesat ditengah-tengah hutan gundul yang tidak lagi berpohon, dan berdedaunan. Tanpa daya. Tanpa pula harga diri yang layak untuk dibanggakan. Kita. Tidak mau. Seperti itu. Bukan?
Label:
PENDIDIKAN
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar