“All humans come as a package deal. You can’t have just one aspect of a person and say you don’t want the rest.” (semua manusia datang sebagai satu keutuhan paket. Anda tidak bisa hanya mau memiliki satu sisinya dan menolak yang lainnya).
Kalimat lebih sederhananya lagi dalam bahasa gaul sekarang ini adalah: Inilah saya, apa adanya dengan segala kelebihan dan kekurangan saya. Diterjemahkan lagi dalam bahasa yang lebih cuek kira kira akan berbunyi : Kamu mau gak sih ? Kalau mau terima saya seutuhnya.
Saya setuju dan tidak setuju dengan ungkapan ungkapan diatas. Setuju dalam arti bahwa saya menyadari semua manusia punya kelebihan dan kekurangan masing masing, dan tidak ada manusia yang sempurna di dunia ini.
Tidak setuju kalau kemudian ungkapan diatas menjadi pegangan yang melumrahkan manusia untuk tidak mau berubah dan menjadikan dirinya lebih baik dari hari kemarin. Ungkapan diatas jika disalah artikan bisa sangat membunuh motivasi untuk berubah kearah yang lebih baik.
Saya pernah membaca ( maaf sudah lupa dimana), ada seorang bijaksana yang memelihara dua ekor anjing. Dua duanya besar dan kuat. Yang hitam suka menggigit orang lain, dan sangat kejam dengan mangsanya. Yang putih sama kuatnya, dan menjadi penjaga rumah yang baik, memiliki insting yang jauh lebih baik untuk membedakan mana tamu yang baik dan yang bermaksud tidak baik. Ketika ditanya kepada pemiliknya, mana yang akan menang ketika mereka berdua berkelahi ? Sang pemilik menjawab dengan singkat,” mana yang aku beri makan lebih banyak.”
As simple as that. Yang diberi makan lebih banyak, itulah yang kemudian menjadi lebih kuat. Dan ketika pertarungan terjadi, yang lebih kuat akan menang. Pernahkan anda berpikir hal ini juga terjadi pada kita sehari hari tanpa kita sadari kebenarannya ?. Semua manusia punya dua sisi, yang baik dan katakanlah yang kurang baik. Pernahkah anda cermati sisi mana yang anda beri makan atau pelihara dengan lebih cermat dan banyak setiap hari ?.
Bisakah manusia berubah ? Well, ada kabar baiknya dan ada kabar buruknya. Kabar buruknya: Manusia tidak dapat merubah manusia lain, tidak peduli berapa kerasnya seseorang itu berusaha dan mengatas namakan apapun. Kabar baiknya : Diperlukan tekad dan keinginan luar biasa kuat dari diri seseorang untuk berubah, dan berdoa meminta Tuhan untuk senantiasa menjernihkan pikiran dan hatinya, serta membantunya untuk berubah menjadi lebih baik, maka seseorang itu bisa berubah.
Banyak orang yang taat sholat lima waktu, rajin ke gereja setiap hari Minggu, namun sifat dan kelakuannya tidak mencerminkan orang yang beragama. Kita mengaku negara ini berKetuhanan Yang Maha Esa. Tapi perilaku dan pandangan kita mengenai korupsi tidak lebih baik, bahkan sangat jauh dari katakanlah Cina sebagai negara Komunis.
Apa kurang pelajaran mengenai agama dan pancasila dibanding negara yang lain ? Maaf, bahkan menurut saya pribadi sudah overdosis. Sampai sudah menjadi mahasiswa kita tetap dicecoki dengan mata kuliah pancasila dan moral. Lalu mengapa kita selalu masuk lima besar negara terkorup di Asia ?
Jangan salahkan agama, apalagi menyalahkan Tuhan. Jawabannya sederhana : kita memberi makan dan memelihara yang jelek lebih banyak daripada yang baik. Kita dengan pongah dan ribut berteriak anti korupsi, pada saat yang sama kita sangat santun dan malah menghormati mereka yang kaya (tidak peduli apakah kekayaan itu diperoleh dengan cara yang tidak halal sekalipun). Kita mengatakan tidak kepada korupsi, namun memelihara keinginan dan sifat suka menilai orang dan menghargai mereka dari branded goods yang dipakai, dan bukan berdasarkan karakter dan integritasnya.
Kita setiap hari sibuk membicarakan betapa wah-nya si anu dan si anu karena sekarang hidup di daerah elit dan mewah, dan memakai mobil seharga milyaran rupiah, dan jam tangan ratusan juta, tapi kita tidak megindahkan fakta pendukung yang sering sudah sangat jelas terlihat bahwa hartanya didapat dengan korupsi. Mana mungkin sebelum menjabat seseorang hanya memiliki rumah sederhana, dan setelah dua tahun menjabat secara ajaib punya asset puluhan mliyar rupiah ?. Hitungannya dari mana ? Tapi toh kita tetap bersikap mengagungkan kemewahan dan berhamba kepada yang kaya. Kita sering salah orang ketika memberi hormat dan menghargai.
Saya tidak anti dengan barang mewah, maupun orang kaya. Saya senang dan suka jika banyak orang kaya di begara ini. Bahkan berterima kasih kepada para pengusaha dan konglomerat besar yang mampu memberi lapangan kerja bagi jutaan rakyat Indonesia. Bagi saya mereka adalah pahlawan. Saya anti kepada mereka yang kaya dengan cara tidak terhormat. Saya anti kepada barang mewah yang didapatkan dengan tidak halal. Itu intinya.
Bagaimana kita bisa hidup lebih baik dan memuliakan Tuhan ? Saya tidak mau berteori lebih banyak, karena saya bukan pemuka agama, saya serahkan kepada anda untuk merenungkan kembali arti hidup dan mendalami agama anda secara baik dan benar. Anda semua saya yakin sudah cukup umur untuk mengetahui rumus dasar yang sederhana yaitu : Jauhi kejahatan, Jangan bergaul dengan mereka yang hanya bisa menyeret anda kepada hal hal tidak baik.
Pilih pilih teman ?. Oh itu harus. Bukan memilih berdasarkan status sosialnya, tapi pilihah teman yang ketika anda bersamanya, anda menjadi orang yang lebih tenang, lebih tulus, lebih berpikir rasioanal, lebih rajin bekerja, lebih dapat mengingatkan anda akan sifat sifat baik, antara lain jujur, setia, suka meolong orang lain. Pilihlah teman yang suka saling mengingatkan betapa baiknya Tuhan itu dalam hidup kita, dan bahwa Tuhan itu sesungguhnya Maha Penolong. Teman yang seperti itu yang seharusnya anda pilih, bukan teman yang hanya hafal jenis jenis mobil mewah dan selalu bicara minta proyek.
Setiap hari, ketika kita bangun dan berdoa sesuai keyakinan dan agama kita masing masing, dan sebelum menjalankan aktifitas kita sehari hari, ambil waktu sejenak untuk merenungkan dan memutuskan jawaban dari satu pertanyan sederhana ini :” Akankah saya memberi makan lebih banyak kepada Kebaikan pada hari ini ?.”
In the end my friend, it’s about love, compassion and kindness. We get what we give, so give good.
sumber:http://filsafat.kompasiana.com
0 komentar:
Posting Komentar