NU Harus Berperan Seperti Era Gus Dur
MANTAN Juru Bicara KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Adhie M Massardi, berharap Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar NU di Cirebon bisa mengembalikan NU sebagai lokomotif gerakan masyarakat madani seperti saat dipimpin Gus Dur.
“Agar bisa menggerakkan eksekutif, legislatif dan yudikatif yang semakin menyimpang dari khitahnya,” ujar Adhie di Jakarta, Jumat 14 September 2012.
Agar bisa memainkan perannya sebagai lokomotif gerakan masyarakat sipil, kata Adhie, Nahdlatul Ulama (NU) harus bisa menjaga jarak, baik dengan lembaga kepresidenan maupun legislatif.
“Untuk itu, NU wajib meningkatkan penguatan sumber daya yang dimiliki,” kata aktivis Gerakan Indonesia Bersih (GIB) itu.
Adhie menyesalkan bahwa sepeninggal Gus Dur NU nyaris tidak memainkan peran sosial politik dan keagamaannya, terutama dalam hal “nahi munkar”, sehingga korupsi menjadi sangat meluas dan terbuka.
“Saya sekarang justru lebih sering berjuang dalam mengkritisi keadaan ini dengan teman-teman Muhammadiyah,” ujar Adhie.
Adhie menghormati sikap NU yang tidak ingin terlibat dalam politik praktis atau politik kekuasaan, namun bukan berarti NU meninggalkan politik sama sekali, terutama politik tingkat tinggi (high politic) atau politik kebangsaan.
“Mengkritisi kondisi sosial politik yang semakin berantakan sekarang ini bukan politik praktis, tapi `high politic`,” tandas Adhie.
“Agar bisa menggerakkan eksekutif, legislatif dan yudikatif yang semakin menyimpang dari khitahnya,” ujar Adhie di Jakarta, Jumat 14 September 2012.
Agar bisa memainkan perannya sebagai lokomotif gerakan masyarakat sipil, kata Adhie, Nahdlatul Ulama (NU) harus bisa menjaga jarak, baik dengan lembaga kepresidenan maupun legislatif.
“Untuk itu, NU wajib meningkatkan penguatan sumber daya yang dimiliki,” kata aktivis Gerakan Indonesia Bersih (GIB) itu.
Adhie menyesalkan bahwa sepeninggal Gus Dur NU nyaris tidak memainkan peran sosial politik dan keagamaannya, terutama dalam hal “nahi munkar”, sehingga korupsi menjadi sangat meluas dan terbuka.
“Saya sekarang justru lebih sering berjuang dalam mengkritisi keadaan ini dengan teman-teman Muhammadiyah,” ujar Adhie.
Adhie menghormati sikap NU yang tidak ingin terlibat dalam politik praktis atau politik kekuasaan, namun bukan berarti NU meninggalkan politik sama sekali, terutama politik tingkat tinggi (high politic) atau politik kebangsaan.
“Mengkritisi kondisi sosial politik yang semakin berantakan sekarang ini bukan politik praktis, tapi `high politic`,” tandas Adhie.
0 komentar:
Posting Komentar