Jumat, 28 September 2012

0 Krisis Musda Partai Demokrat Jawa tengah





Nuansa menjelang Musda Partai Demokrat Jawa Tengah mengetengahkan pergulatan yang kurang menguntungkan bagi citra partai penguasa itu, khususnya dalam menyongsong Pemilihan Umum 2014. Dugaan pengarantinaan 15 Dewan Pengurus Cabang oleh salah satu kubu, isu calon pilihan Dewan Pengurus Pusat, percepatan lalu penundaan musda karena penyiapan kendaraan politik bagi seorang calon gubernur 2013, disadari atau tidak menambah wajah buram partai.

Silang kepentingan dalam dunia politik merupakan hal yang biasa. Bukankah tesis-tesis klasik memperkuat kondisi semacam itu, misalnya politik adalah "siapa mendapat apa, kapan, dan bagaimana", atau justifikasi betapa politik merupakan "seni dari berbagai kemungkinan". Bahkan tak jarang, partai yang mengusung simbol kesejatian demokrasi seperti Demokrat pun tidak lepas dari realitas perilaku-perilaku yang sungguh-sungguh senjang dengan simbolisasi dan tagline-nya.

Di tengah sorotan dan kekecewaan publik terhadap perilaku sejumlah kader Demokrat di tingkat elite dalam kasus-kasus korupsi, partai ini seharusnya bekerja keras untuk membangun kembali citra partai dengan konsep, sikap politik, dan perilaku yang mampu menumbuhkan simpati publik. Bukankah diakui atau tidak, perilaku para kader yang terlibat dalam penyalahgunaan kekuasaan itu memengaruhi persepsi publik, yang tergambar dari sejumlah hasil survei? 

Jika Musda Demokrat Jateng nanti tidak memberi ruang bagi sebuah proses yang benar-benar demokratis, menurut kita citra partai bisa meluncur ke titik yang sulit diperkirakan. Bagaimanapun, model-model untuk memaksakan sebuah skenario, apalagi yang mudah terbaca beorientasi ke pemilihan gubernur, akan terasa sebagai proses instan yang tidak memberi bobot pembelajaran demokrasi. Substansi dari kondisi semacam itulah yang seharusnya ditimbang-timbang.

Apakah partai penguasa ini mengalami krisis kader berkualitas, sehingga harus menskenario sebuah proses untuk bisa mengusung gubernur incumbent dalam Pilgub 2013 nanti? Jika skenario itu hanya melahirkan sikap-sikap instan yang membelakangi pembelajaran demokrasi, apakah Demokrat rela menjadi sekadar kekuatan politik yang tidak memberi jejak perubahan apa pun bagi kehidupan bernegara? Lalu dari sisi citra, apakah kontestasi politik 2014 tidak dikalkulasi?

Pergulatan menuju musda mengukur Demokrat: jalan mana yang akan dipilih. Warna dan orientasi itu sebenarnya sudah terbaca dari peristiwa karantina para pengurus cabang. Merupakan hak bagi para elite partai untuk menempuh cara dalam memperjuangkan kepentingannya, namun produk-produk instan dari sebuah proses terkadang tidak sebanding dengan akibat jangka jauh yang diterima. Siapkah Partai Demokrat terhukum oleh ekses dari pilihan sikap mereka sendiri?

 (/http://www.suaramerdeka.com

0 komentar:

Posting Komentar

 

ekoqren Copyright © 2011 - |- Template created by O Pregador - |- Powered by Blogger Templates