Minggu, 16 Juni 2013

0 KETIKA DIAM BUKAN BERARTI EMAS



       Jangan salah menghitung, karena melihat manisnya orang bicara, atau karena obralan janji-janji. Berpihaklah pada yang logis, karena kejujuran itu adalah bahasa yang paling mudah.

 


        Diam bukan emas, kawan! Justru, diam berarti kemalasan, kelemahan, kebodohan, kekalahan, keminderan, kemiskinan, dan ketertindasan. Dimana pun dan kapan pun, kebodohan, kemiskinan, dan ketertindasan hanya terjadi ketika seseorang atau sebuah masyarakat diam dan tidak berusaha untuk keluar dari kondisi yg tidak mengenakkan. Tidak ada kebaikan dan kemajuan yg di peroleh oleh diam.
                Mungkin kita berhujah dengan peribahasa yg sudah begitu kental, yakni, “Diam Itu Emas”. Peribahasa ini telah disalah artikan oleh sebagian orang sehingga kemudian mereka memilih diam ketimbang bergerak. Bagi para pecundang, peribahasa itu telah menjadi MITOS yg memperbodoh dan mencelakakan umat manusia sepanjang sejarah. Bagi mereka, pepatah itu bahkan telah menjadi upaya pembenaran, dalam rangka mencari-cari alasan terhormat untuk menutupi kekurangan dan kelemahan mereka yang naïf dan memalukan.
                Padahal, apabila dipahami secara sekilas, seharusnya peribahasa itu membuat kita menjadi terpacu untuk bergerak dan dinamis, bukan hanya diam dan menjadi pecundang. Seharusnya, peribahasa itu dipahami secara progresif. Ushul fiqih menyebut pemahaman progresif itu dengan istilah mafhum mukhalafah. Jika dipahami secara mukhalafah, peribahasa itu akan bermakna: “jika diam adalah emas, maka berbicara adalah bukan emas”.
                Namun , jika dipahami secara muwafaqah, peribahasa itu akan bermakna, “jika dengan diam saja kita bisa mendapatkan emas, tentu dengan bergerak kita akan mendapatkan lebih dari sekedar emas.”
                Pepatah itu mesti ditempatkan pada konteks tertentu yg relevan dan hanya cocok untuk satu atau sedikit kasus. Hanya pengecualian yang tujuannya adalah untuk menghasilkan gerak yg lebih maksimal lagi. Misalnya, kalau seseorang sedang sakit, ia diharuskan untuk beristirahat dan diam beberapa saat. Istirahat dan diam beberapa saat dimaksudkan untuk menghasikan kembali aktivitas gerak yg lebih produktif. Diam dan istirahat dalam sakit adalah menyiapkan gerak.
                Lagi pula, dari konteksnya, pepatah tersebut harus dipahami sebagai lawan dari “banyak bicara tanpa arti” atau “banyak bicara tanpa kerja”. Orang yang “banyak bicara” tanpa makna, tanpa ilmu, tanpa manfaat yg dihasilkan, atau banyak bicara namun tidak banyak bekerja, ia akan merugi. Bicara banyaknya akan sia-sia dan merugikan. Bukan saja merugikan dirinya, bahkan merugikan orang lain dan membuat kekacauan.
                Berkaitan dengan kondisi seperti inilah, diam tidak banyak berbicara akan jauh lebih baik. Diam akan menjadi emas sebab dalam diamnya atau tidak berbicaranya, itu seseorang akan bisa banyak mendengar, mengamati, merenungkan, dan banyak belajar. Diam dalam konteks ini akan menjadi keuntungan dan manfaat yg besar bagi dirinya, bahkan orang lain di sekitarnya. Itulah sebabnya diamnya akan menjadi emas. Disinilah konteks sabda nabi saw. Yg berbunyi, “Barang siapa beriman kpd Allah dan hari Akhir, hendaknya ia berkata yg baik atau tidak berbicara (diam).”
                Sementara, diam dalam arti tidak berbuat, tidak beraktivitas dan tidak berkarya adalah kekalahan. Diam adalah kenaifan, sama halnya dengan besi yg akan berkarat bila tidak digunakan. Leonardo Da Vinci mengungkapkan, berdiam diri tanpa memproduktifkan diri akan merusak kesehatan. Jelas, diam adalah kemalasan. Dan, kemalasan, seperti ungkap Benyamin Franklin, adalah pangkal kemiskinan. Sementara, Da Vinci mengatakan, kemalasan adalah kebodohan.
                Sungguh, orang-orang yg hanya berdiam diri, termangu berpangku tangan, tidak produktif, membuang-buang waktu percuma adalah the real loser, pecundang sejati, orang yang hanya bisa menyesali diri, dan mendengki orang lain. Mereka adalah para pencela dunia yang tidak mau berpihak kepadanya, orang-orang yang akan mencati-cari sejumlah alasan mulia untuk menyembunyikan bobrok kelemahan diri yang mencolok dan telak serta orang-orang yang hanya sibuk mencari-cari pihak yang disalahkan sambil tetap berilusi bahwa diri benar dan terhormat.
                Diam adalah penyakit dan penyimpangan!


Sumber : dari berbagai sumber

0 komentar:

Posting Komentar

 

ekoqren Copyright © 2011 - |- Template created by O Pregador - |- Powered by Blogger Templates