Pilgub DKI di tahun 2012 ini telah membuktikan bahwa Konstituen Partai yang ada sudah tidak dapat diprediksi besaran kemampuannya lagi. Pilgub ini telah membuat Partai-partai besar menjadi malu karena tidak mampu menggerakan mesin-mesin parpolnya agar dapat mendulang suara melalui massanya masing-masing. Yang pasti dari data yang dapat di-peta-kan dan dibandingkan dari Hasil Pemilu Legislatif 2009 yang lalu, partai PKS yang paling mengalami trend menurun. Dan dibawah ini refleksi kekuatan parpol-parpol DKI pada Pilgub kemarin dibandingkan dengan Pemilu Legislatif DKI tahun 2009 :
Keterangan :
Pemilu Legislatif DKI 2009 Diikuti 44 Parpol dengan jumlah
Pemilih sebanyak 3.778.069 orang. Dan hasilnya partai Demokrat
Meraih 1.326.894 suara (35,03%), diikuti PKS dengan
696.706 suara (18.39%) Dan seterusnya.
Untuk memudahkan perbandingan penulis menggabungkan
Suara dari PKB, PBB, PBR, PKNU menjadiGabungan partai Islam,
Kemudian Hanura, PKP dan lainnya menjadi Gabungan partai Kecil..
Dan Komposisinya seperti gambar 1
Berikutnya Hasil Pemilihan Gubernur DKI tahun 2012 :
Disini terlihat dari table kedua bahwa Joko Widodo yang hanya didukung PDIP dan Gerindra bisa menghasilkan angka sebesar 42,52%, padahal PDIP dan Gerindra padatahun 2009 hanya memiliki 17% massa pemilih di DKI Jakarta. Sangat jauh dengan yang terlihat pada prosentase yang didapat Hidayat Nur dan Alex Noerdin. Hidayat Nur ternyata hanya mendapat sekitar separuh dukungan partai sedangkan Alex Noerdin hanya mendapat 35% dukungan partai yang mengusungnya.
Pada Pemilu Legislatif 2009 partai Demokrat menguasai 35,03 % Massa di DKI sedangkan PKS menguasai 18,39% massa di DKI. Tetapi pada Pemilihan Gubernur DKI yang baru saja dilalui terlihat bahwa massa yang tadinya menjadi milik PKS yang berjumlah 18,38% pemilih DKI kini hanya sejumlah 9,75% yang memilih Hidayat Nur Wahid sebagai calon yang diusung partai. (9,75% itu artinya hanya sejumlah 53% dari massa PKS tahun 2009).
Tabel 3, daftar penyumbang suara masing-masing kandidat :
Perincian detail suara PKS dan Demokrat berdasarkan Survey LSI Exit Pool pada TPS-TPS yang ada ketika putaran 1 berlangsung (Link sumber terlampir). Survey tersebutmenyimpulkan :
- 28% pemilih Demokrat memilih Jokowi pd Putaran 1.
- 26% pemilih Golkar memilih Jokowi pada Putaran 1
- 19% pemilih PKS tidak memilih Hidayat tapi memilih Fauzi pada putaran 1.
- 23% pemilih PKS tidak memilih Hidayat tapi memilih Jokowi pada putaran 1.
Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera, Yudi Widiana beranggapan bahwa dalam Pilkada kemarin, warga Jakarta lebih tertarik pada sosok personal calon gubernur. “Untuk Pilkada DKI, daya tarik personal lebih kuat dibanding partai,” kata Yudi di Gedung DPR, Kamis 12 Juli 2012.
Padahal seperti yang diketahui masyarakat secara umum Hidayat Nur Wahid adalah Pendiri PKS dan bisa dapat dikatakan sebagai Ikon PKS seperti halnya Megawati sebagai Ikon PDIP atau SBY sebagai Ikon Demokrat. Jadi kesimpulan kader atau konstituen memilih personal calon merupakan alasan yang lemah karena sudah seharusnya Hidayat Nur Wahid sebagai figure utama dan memiliki sosok personal calon yang akan dipilih massanya.
Padahal seperti yang diketahui masyarakat secara umum Hidayat Nur Wahid adalah Pendiri PKS dan bisa dapat dikatakan sebagai Ikon PKS seperti halnya Megawati sebagai Ikon PDIP atau SBY sebagai Ikon Demokrat. Jadi kesimpulan kader atau konstituen memilih personal calon merupakan alasan yang lemah karena sudah seharusnya Hidayat Nur Wahid sebagai figure utama dan memiliki sosok personal calon yang akan dipilih massanya.
Selanjutnya kita dapat melihat data hasil putaran kedua Pilgub DKI 2012. Sayangnya data baru merupakan hasil quick count sehingga belum dapat kesimpulan tepat yang bisa diambil. Tetapi bisa digambarkan bahwa dari 23,47% suara yang tadinya dipilih Hidayat Nur, Alex Noerdin, Faisal Basri dan Hendardji, Foke yang didukung belasan partai hanya mampu menambah 12,55% untuk suaranya sedangkan Jokowi dapat menambah 10,92%.
Sumber :
0 komentar:
Posting Komentar