Senin, 24 September 2012

0 Pendidikan Berbasis Karakter Jadi Pilihan Undana





Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, Nusa Tenggara Timur, selama dua bulan terakhir ini, sudah mulai menerapkan program pendidikan berbasis karakter kepada para mahasiswa.     

Pendidikan berbasis karakter ini tidak disiapkan dalam satu kurikulum khusus, tetapi menjadi bagian dari pendidikan pada setiap fakultas di perguruan negeri di NTT, kata salah satu koordinator program pendidikan berbasis karakter Universitas Nusa Cendana, Prof. Dr Feliasianus Sanga, di Kupang, Senin (24/9), terkait penerapan kurikulum berbasis karakter. 

"Di NTT, saya belum melihat pendidikan berbasis karakter diterapkan di sekolah-sekolah mulai dari taman kanak-kanak sampai SLTA, tetapi di Undana sudah kami terapkan. Memang baru berlangsung kurang lebih dua bulan ini tetapi yang penting adalah kami sudah memulai, karena keberhasilan program ini membutuhkan waktu yang lama," katanya. 

Dalam pelaksanaan program ini kata dia, pihak universitas mewajibkan para dosen untuk menyelipkan pendidikan karakter kepada mahasiswa. "Nanti setiap dosen diarahkan untuk mengembangkan semacam kamus tentang pendidikan budi pekerti untuk diajarkan kepada mahasiswa disela-sela pelajaran mata kuliahnya," katanya. 

Selain itu, ada juga pengembangan karakter umum kepada mahasiswa seperti mengajarkan mereka tentang cara belajar yang baik, tidak menyontek, bagaimana menulis skripsi atau tesis dengan baik dan tidak menjiplak skripsi atau tesis orang lain. 

Dia mengatakan, dalam penerapan program pendidikan berbasis karakter ini, rektorat akan melakukan evaluasi untuk perbaikan-perbaikan ke depan. "Kita belum bisa memastikan apakah efektif atau tidak program ini diterapkan di kalangan mahasiswa tetapi akan dilakukan evaluasi. Kalau ada kekurangan akan dilakukan penyempurnaan-penyempurnaan," katanya. 

Dia menambahkan, pendidikan karakter mestinya sudah mulai diterapkan saat anak masih dibangku pendidikan usia dini. Pada usia ini, anak-anak sudah harus ditanamkan rasa cinta kepada sesama anak bangsa, menghormati orang yang lebih dewasa dan nilai-nilai perjuangan bangsa ini. 

"Sekarang anak datang terlambat di sekolah dianggap biasa, anak tidak mengerjakan pekerjaan rumah dianggap biasa. Anak tidak masuk sekolah dan bermain di luar sekolah juga tidak diapa-apakan," katanya. 

Dalam situasi seperti ini kata dia, para guru juga tidak berani menegur apalagi menjewer telingga anak, apalagi anak pejabat karena bisa menjadi persoalan hukum. 

Ini adalah fakta yang terjadi dewasa ini, terutama sejak lahirnya undang-undang pendidikan ramah anak dan ramah pendidikan, yang memberi batasan kepada para guru untuk tidak melakukan tindakan apapun terhadap anak didik. 

Pertanyaannya adalah, kalau kondisi ini dibiarkan secara terus menerus, maka pada generasi ke berapa anak-anak bisa menghormati orang yang lebih tua, menghormati sejarah bangsa ini, saling menghormati sesama anak negeri ini, katanya dalam nada tanya. 

Solusinya adalah cabut undang-undang tentang pendidikan ramah anak, terapkan kembali sistem pendidikan budi pengerti masa lalu dan memberikan ruang bagi guru untuk mendidik anak sesuai dengan tugas dan fungsinya. 

"Saya percaya, semakin keras guru mendidik anak, semakin tinggi anak memberi hormat pada guru, tentu juga kepada orang tua dan orang yang lebih dituakan," katanya. (Ant/OL-2) http://www.mediaindonesia.com

0 komentar:

Posting Komentar

 

ekoqren Copyright © 2011 - |- Template created by O Pregador - |- Powered by Blogger Templates