Penjelajah legendaris dunia kelahiran Tangier, Maroko ini mengawali pengembaraannya pada usia dua puluh tahun dengan menunaikan ibadah haji dan berziarah di sekitar Mekah (1325 M) melewati keringnya laut Mediterania dan gurun pasir Afrika Utara, dengan berjalan kaki. Menunaikan ibadah haji telah mendorong Abu Abdullah Muhammad bin Battutah atau yang lebih dikenal dengan Ibnu Battutah untuk lebih tahu banyak lagi tentang isi dunia.
Laki-laki yang dilahirkan pada 24 Februari 1304 oleh keluarga muslim
yang taat menjalankan tuntunan Islam ini, menelusuri waktu selama 24
tahun untuk sebuah petualangan yang berjarak hingga 120.000 kilometer
dan melintasi sekitar 44 negara termasuk negara muslim yang cukup modern
ketika itu seperti Turki, Persia, India, Cina, Spanyol, Rusia dan
lain-lain.
Salah satu singgahan Ibnu Battutah adalah Kerajaan Samudera Pasai yang ketika itu dipimpin oleh Sultan Mahmud Mallik. Menurut Ibnu Battutah, Samudera Pasai adalah pusat studi Islam di Asia Tenggara yang dipimpin oleh seorang yang rendah hati dan sangat mengedepankan hukum Islam. Ibnu Battutah berada disini selama 15 hari kemudian melanjutkan perjalanannya ke China, Arab dan lain-lain
Ibnu Battutah adalah satu-satunya pengembara, penjelajah yang mengilustrasikannya kisah petualangannya dalam bentuk puisi, atau mendeskripsikan kondisi spiritual, politik dan sosial. Seperti salah satu deskripsinya tentang Kairo,"Aku bertamu di Kairo, ibunda dari kota-kota dan kursi Fir'aun sang tirani, sang nyonya empunya wilayah luas nan subur, bangunan-bangunan tak ada batasnya, tak tertandingi akan kecantikan dan keanggunannya, tempat bertemu para pendatang dan pulang, tempat perhentian yang lemah dan kuat, dimana berbondong-bondong manusia menyerbu laiknya gelombang laut, dan semua tertampung dalam ukuran dan kapasitasnya," (Kairo 1326).
Pada tahun 1349, Ibnu Battutah mengakhiri pengembaraannya seraya begerak menuju gerbang kota Tangier, kota kelahirannya. Ia kembali setelah 24 tahun berkelana, seperempat abad menjelajahi muka bumi. Ibnu tiba di kampung halaman tanpa ada orang tua yang menyambutnya dengan tangis atau gelak tawa sekalipun.
(ep/wikipedia)
Salah satu singgahan Ibnu Battutah adalah Kerajaan Samudera Pasai yang ketika itu dipimpin oleh Sultan Mahmud Mallik. Menurut Ibnu Battutah, Samudera Pasai adalah pusat studi Islam di Asia Tenggara yang dipimpin oleh seorang yang rendah hati dan sangat mengedepankan hukum Islam. Ibnu Battutah berada disini selama 15 hari kemudian melanjutkan perjalanannya ke China, Arab dan lain-lain
Ibnu Battutah adalah satu-satunya pengembara, penjelajah yang mengilustrasikannya kisah petualangannya dalam bentuk puisi, atau mendeskripsikan kondisi spiritual, politik dan sosial. Seperti salah satu deskripsinya tentang Kairo,"Aku bertamu di Kairo, ibunda dari kota-kota dan kursi Fir'aun sang tirani, sang nyonya empunya wilayah luas nan subur, bangunan-bangunan tak ada batasnya, tak tertandingi akan kecantikan dan keanggunannya, tempat bertemu para pendatang dan pulang, tempat perhentian yang lemah dan kuat, dimana berbondong-bondong manusia menyerbu laiknya gelombang laut, dan semua tertampung dalam ukuran dan kapasitasnya," (Kairo 1326).
Pada tahun 1349, Ibnu Battutah mengakhiri pengembaraannya seraya begerak menuju gerbang kota Tangier, kota kelahirannya. Ia kembali setelah 24 tahun berkelana, seperempat abad menjelajahi muka bumi. Ibnu tiba di kampung halaman tanpa ada orang tua yang menyambutnya dengan tangis atau gelak tawa sekalipun.
(ep/wikipedia)
0 komentar:
Posting Komentar