Anda penggemar minuman manis? Ada baiknya mulai sekarang Anda lebih
waspada karena riset terbaru menunjukkan, kebiasaan mengonsumsi minuman
manis ternyata dapat meningkatkan risiko mengidap penyakit jantung.
Menurut hasil penelitian terbaru yang dipresentasikan pada American
Heart Association (AHA) Scientific Session 2011 di Orlando, Florida, AS,
kaum Hawa yang mengonsumsi dua gelas atau lebih minuman manis setiap
hari, bahkan jika mereka memiliki berat badan normal, mengalami
peningkatan risiko penyakit jantung dan diabetes. Minuman manis yang
dimaksud di sini adalah minuman seperti soda berkarbonasi atau air
dengan tambahan gula.Peneliti mengatakan, studi sebelumnya telah mengkaji dan menemukan hubungan antara minuman manis dan obesitas, lemak darah tinggi, hipertensi, dan diabetes tipe 2. Tetapi studi besar kali ini menunjukkan, ada hubungan antara minuman manis dan faktor risiko kardiovaskular, kata para peneliti.
Pimpinan riset, Dr Christina Shay, sekaligus asisten profesor dari University of Oklahoma Health Sciences Center di Oklahoma City membandingkan efek konsumsi minuman manis pada perempuan setengah baya dan perempuan berusia lebih tua.
Hasilnya menunjukkan, perempuan yang menenggak dua gelas atau lebih minuman manis setiap hari cenderung lebih mungkin memiliki ukuran pinggang lebih besar dan memiliki gangguan kadar glukosa puasa. Mereka juga hampir empat kali lebih mungkin mengalami peningkatan kadar trigliserida - jenis lemak darah yang dikaitkan dengan peningkatan risiko penyakit jantung.
Dalam sebuah pernyataan, Shay mengatakan, perempuan yang minum lebih dari dua gelas minuman manis sehari ukuran pinggangnya bertambah, tetapi belum tentu mengalami kenaikan berat badan.
"Kebanyakan orang berasumsi bahwa individu yang mengonsumsi banyak minuman pemanis memiliki peningkatan obesitas, yang pada gilirannya, meningkatkan risiko penyakit jantung dan diabetes. Meskipun hal itu benar, namun penelitian ini menunjukkan bahwa faktor risiko untuk penyakit jantung dan stroke tetap ada bahkan jika perempuan tidak mengalami kenaikan berat badan," tambahnya.
Sekitar 7,7 persen masyarakat Indonesia tidak tahu dirinya
menderita Diabetes Melitus (DM). Persentase ini setara dengan 11 juta
orang. Angka didasarkan data Kementrian Kesehatan 2007. Data itu juga
menunjukkan, hanya sekitar 23 persen yang faham dirinya menderita DM.
Angka ini setara tiga juta orang.
"Dari data ini bisa disimpulkan
kebanyakan orang tidak faham apa itu diabetes. Selain itu masyarakat
juga tidak faham mengenai penyakit diabetes. Mereka beranggpan penyakit
DM seperti flu atau masuk angin. Sekali minum obat lansung sembuh," ujar
ahli penyakit dalam, dr Tri Juli Edi Tarigan Sp PD (K).Hal ini, menurutnya, dikarenakan pengetahuan dan kultur masyarakat yang masih minim mengenai DM. Kebanyakan masyarakat tidak mengatahui DM bersifat selamanya. Penyakit yang disebabkan gagal atau kurang berfungsinya insulin ini akan menempel terus pada penderita.
Malas kontrol menjadi faktor berikutnya. Dokter yang akrab disapa TJ ini mengatakan, "Orang Indonesia beranggapan sekali kontrol penyakit beres. Begitu datang control, gula darah sudah melambung atau terlalu rendah. Komplikasi sudah terjadi.”
Padahal, untuk diabetesi, kontrol rutin sangat penting. Kontrol ini untuk menentukan jenis dan dosis obat. Jenis, dosis, dan jadwal kunjungan berbeda tergantung kadar gula. Saat ini diabetesi yang dirawat RSCM kebanyakan menggunakan obat oral. Jumlahnya kira-kira 47 persen. Obat suntik sekitar 30 persen, sedangkan yang mengkombinasikan diperkirakan 23 persen.
Faktor selanjutnya adalah, ketakutan ginjal rusak. TJ mengatakan hal ini tidak benar. Ginjal rusak pada penderita diabetes dikarenakan kadar gula yang tinggi. Obat untuk penderita diabetes dan pengencer darah sudah dirancang tidak menyebabkan kerusakan ginjal.
Diabetes telah menjadi penyakit pembunuh nomer dua di Indonesia.
Hati-hati! Diabetes Mellitus Juga Terjadi Pada Bayi dan Anak-anak
Data
Unit Kerja Koordinasi (UKK) Endokrinologi Anak Ikatan Dokter Anak
Indonesia (IDAI) sejak Mei 2009 hingga Februari 2011 menunjukkan 590
anak dan remaja berusia di bawah 20 tahun yang menyandang diabetes tipe 1
di seluruh Indonesia.
"Data ini diperkirakan merupakan puncak gunung es sehingga jumlah penderita yang sesungguhnya di populasi tentu lebih banyak lagi yang masih belum terdeteksi," tutur Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL),Tjandra Yoga Aditama kepada Republika di Jakarta, Selasa (15/11).
Bila jumlah anak 0-18 tahun Indonesia ± 83 juta jiwa, maka kasus DM tipe 1 pada anak yang telah ditemukan mencapai 0,00711 permil.
Dijelaskan riwayat lahir dengan berat badan rendah, kurang dari 2,5 kg mempunyai risiko yang lebih tinggi terkena dibetes dibanding dengan bayi lahir dengan BB normal. "Faktor risiko ini yang tidak bisa dimodifikasi," kata Tjandra.
"Data ini diperkirakan merupakan puncak gunung es sehingga jumlah penderita yang sesungguhnya di populasi tentu lebih banyak lagi yang masih belum terdeteksi," tutur Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL),Tjandra Yoga Aditama kepada Republika di Jakarta, Selasa (15/11).
Bila jumlah anak 0-18 tahun Indonesia ± 83 juta jiwa, maka kasus DM tipe 1 pada anak yang telah ditemukan mencapai 0,00711 permil.
Dijelaskan riwayat lahir dengan berat badan rendah, kurang dari 2,5 kg mempunyai risiko yang lebih tinggi terkena dibetes dibanding dengan bayi lahir dengan BB normal. "Faktor risiko ini yang tidak bisa dimodifikasi," kata Tjandra.
0 komentar:
Posting Komentar