Rabu, 13 Maret 2013
0 Sejarah Berdirinya Partai Nasional Indonesia (PNI)
Partai Nasional Indonesia (PNI)
Algemene Studie Club di Bandung yang didirikan oleh Ir. Soekarno pada
tahun 1925 telah mendorong para pemimpin lainnya untuk mendirikan partai
politik, yakni Partai Nasional Indonesia ( PNI). PNI didirikan di Bandung pada
tanggal 4 Juli 1927 oleh 8 pemimpin, yakni dr. Cipto Mangunkusumo, Ir.Anwari, Mr. Sartono, Mr. Iskak, Mr. Sunaryo, Mr. Budiarto, Dr. Samsi, dan Ir.
Soekarno sebagai ketuanya. Kebanyakan dari mereka adalah mantan anggota
Perhimpunan Indonesia di Negeri Belanda yang baru kembali ke tanah air.
Keradikalan PNI telah tampak sejak awal berdirinya. Hal ini terlihat dari
anggaran dasarnya bahwa tujuan PNI adalah Indonesia merdeka dengan strategi
perjuangannya nonkooperasi. Untuk mencapai tujuan tersebut maka PNI berasaskan
pada self help, yakni prinsip menolong diri sendiri, artinya memperbaiki keadaan
politik, ekonomi, dan sosial budaya yang telah rusak oleh penjajah dengan kekuatan
sendiri; nonkooperatif, yakni tidak mengadakan kerja sama dengan pemerintah
Belanda; Marhaenisme, yakni mengentaskan massa dari kemiskinan dan
kesengsaraan.
Untuk mencapai tujuan tersebut, PNI telah menetapkan program kerja
sebagaimana dijelaskan dalam kongresnya yang pertama di Surabaya pada tahun
1928, seperti berikut.
1) Usaha politik, yakni memperkuat rasa kebangsaan (nasionalisme) dan kesadaran
atas persatuan bangsa Indonesia, memajukan pengetahuan sejarah
kebangsaan, mempererat kerja sama dengan bangsa-bangsa Asia, dan menumpas
segala rintangan bagi kemerdekaan diri dan kehidupan politik.
2) Usaha ekonomi, yakni memajukan perdagangan pribumi, kerajinan, serta
mendirikan bank-bank dan koperasi.
3) Usaha sosial, yaitu memajukan pengajaran yang bersifat nasional, meningkatkan
derajat kaum wanita, memerangi pengangguran, memajukan
transmigrasi, memajukan kesehatan rakyat, antara lain dengan mendirikan
poliklinik.
Untuk menyebarluaskan gagasannya, PNI melakukan propagandapropaganda,
baik lewat surat kabar, seperti Banteng Priangan di Bandung dan
Persatuan Indonesia di Batavia, maupun lewat para pemimpin khususnya Ir.
Soekarno sendiri. Dalam waktu singkat, PNI telah berkembang pesat sehingga
menimbulkan kekhaw-tiran di pihak pemerintah Belanda. Pemerintah kemudian
memberikan peringatan kepada pemimpin
PNI agar menahan diri dalam
ucapan, propaganda, dan tindakannya.
Dengan munculnya isu bahwa
PNI pada awal tahun 1930 akan
mengadakan pemberontakan maka
pada tanggal 29 Desember 1929,
pemerintah Hindia Belanda mengadakan
penggeledahan secara besarbesaran
dan menangkap empat
pemimpinnya, yaitu Ir. Soerkarno,
Maskun, Gatot Mangunprojo dan
Supriadinata. Mereka kemudian
diajukan ke pengadilan di Bandung.
Dalam sidang pengadilan, Ir. Soerkarno mengadakan pembelaan dalam judul
Indonesia Menggugat. Atas dasar tindakan melanggar Pasal "karet" 153 bis
dan Pasal 169 KUHP, para pemimopin PNI dianggap mengganggu ketertiban
umum dan menentang kekuasaan Belanda sehingga dijatuhi hukuman penjara
di Penjara Sukamiskin Bandung.
Sementara itu, pimpinan PNI untuk sementara dipegang oleh Mr. Sartono
dan dengan pertimbangan demi keselamatan maka pada tahun 1931 oleh
pengurus besarnya PNI dibubarkan. Hal ini menimbulkan pro- dan kontra.
Mereka yang pro-pembubaran, mendirikan partai baru dengan nama Partai
Indonesia (Partindo) di bawah pimpinan Mr. Sartono. Kelompok yang kontra,
ingin tetap melestarikan nama PNI dengan mendirikan Pendidikan Nasional
Indonesia (PNI-Baru) di bawah pimpinan Drs. Moh. Hatta dan Sutan Syahrir. Gerakan Wanita
Munculnya gerakan wanita di Indonesia, khusunya di Jawa dirintis oleh
R.A. Kartini yang kemudian dikenal sebagai pelopor pergerakan wanita
Indonesia. R.A. Kartini bercita-cita untuk mengangkat derajat kaum wanita
Indonesia melalui pendidikan. Cita-citanya tersebut tertulis dalam surat-suratnya
yang kemudian berhasil dihimpun dalam sebuah buku yang diterjemahkan dalam
judul Habis Gelap Terbitlah Terang. Cita-cita R.A. Kartini ini mempunyai
persamaan dengan Raden Dewi Sartika yang derjuang di Bandung.
Semasa Pergerakan Nasional maka muncul gerakan wanita yang bergerak
di bidang pendidikan dan sosial budaya. Organisasi-organisasi yang ada, antara lain
sebagai berikut.
1) Putri Mardika di Batavia (1912) dengan tujuan membantu keuangan bagi
wanita-wanita yang akan melanjutkan sekolahnya. Tokohnya, antara lain R.A.
Saburudin, R.K. Rukmini, dan R.A. Sutinah Joyopranata.
2) Kartinifounds, yang didirikan oleh suami istri T.Ch. van Deventer (1912)
dengan membentuk sekolah-sekolah Kartinibagi kaum wanita, seperti di
Semarang, Batavia, Malang, dan Madiun.
3) Kerajinan Amal Setia, di Gadang Sumatra Barat oleh Rohana Kudus (1914).
Tujuannya meningkatkan derajat kaum wanita dengan cara memberi pelajaran
membaca, menulis, berhitung, mengatur rumah tangga, membuat
kerajinan, dan cara pemasarannya.
4) Aisyiah, merupakan organisasi wanita Muhammadiyah yang didirikan oleh
Ny. Hj. Siti Walidah Ahmad Dahlan (1917). Tujuannya untuk memajukan
pendidikan dan keagamaan kaum wanita.
5) Organisasi Kewanitaan lain yang berdiri cukup banyak, misalnya Pawiyatan
Wanito di Magelang (1915), Wanito Susilo di Pemalang (1918), Wanito
Rukun Santoso di Malang, Budi Wanito di Solo, Putri Budi Sejati di Surabaya
(1919), Wanito Mulyo di Yogyakarta (1920), Wanito Utomo dan Wanito
Katolik di Yogyakarta (1921), dan Wanito Taman Siswa (1922).
Organisasi wanita juga muncul di Sulawesi Selatan dengan nama Gorontalosche
Mohammadaanche Vrouwenvereeniging. Di Ambon dikenal dengan
nama Ina Tani yang lebih condong ke politik.
Sejalan dengan berdirinya organisasi wanita, muncul juga surat kabar wanita
yang bertujuan untuk menyebarluaskan gagasan dan pengetahuan kewanitaan.
Surat kabar milik organisasi wanita, antara lain Putri Hindia di Bandung, Wanito
Sworo di Brebes, Sunting Melayu di Bukittinggi, Esteri Utomo di Semarang,
Suara Perempuan di Padang, Perempunan Bergolak di Medan, dan Putri
Mardika di Batavia.
Puncak gerakan wanita, yaitu dengan diselenggarakannya Kongres Perempuan
Indonesia I pada tanggal 22–25 Desember 1928 di Yogyakarta. Kongres
menghasilkan bentuk perhimpunan wanita berskala nasional dan berwawasan
kebangsaan, yakni Perikatan Perempuan Indonesia (PPI). Dalam Kongres Wanita
II di Batavia pada tanggal 28–31 Desember 1929 PPI diubah menjadi Perikatan
Perhimpunan Isteri Indonesia (PPII). Kongres Wanita I merupakan awal dari
bangkitnya kesadaran nasional di kalangan wanita Indonesia sehingga tanggal
22 Desember ditetapkan sebagai hari Ibu.
Partai Nasional Indonesia berdiri tahun 1927. Dilatarbelakangi oleh pemikiran-pemikiran para mahasiswa yang dulunya tergabung dalam Perhimpunan Indonesia, memang sangat dirasakan besar konstribusi perhimpunan Indonesiadalam hal membentuk PNI, ini dikarenakan banyak tokoh dan anggota dari Perhimpunan Indonesia yang ikut menjadi angota PNI. Walaupun satu sama lain dari kedua organisasi tersebut tidak memiliki hubungan, tetapi kesamaan pola pikir dan perinsip-perinsip yang hampir sama dimiliki keduanya. Propaganda-propaganda yang dilakukan oleh PNI pada masa permulaan juga dinilai merupakan kelanjutan propaganda-propaganda dari Perhimpunan Indonesia.
Suasana politik yang sedang memanas, respon pemerintah Hindia Belanda yang reaksioner, tumbuh dan berkembangnya paham-paham Nasionalisme moderen di Indonesia telah memberikan jalan kearah terciptanya gerakan-gerakan yang sifatnya tidak evolusioner lagi, tetapi kegerakan yang lebih bercorak Nasionalisme murni dan bersifat “radikal”.
Kegagalan pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada tahun 1926/1927 yang juga mengakibatkan partai tersebut menjadi terlarang untuk berdiri di Indonesia, mengakibatkan banyak anggotanya kebingungan. Mereka menginginkan terus berjuang untuk terciptanya kehidupan baru bagi masyarakat, oleh karna itu mereka masih butuh tempat atau wadah yang menampung aspirasi politiknya. Tetapi pada masa itu tidak ada partai atau perhimpunan yang dianggap seuai dengan apa yang mereka cita-citakan. Oleh sebab itu butuh pembentukan wadah baru yang bersifat revolusioner dan mudah diterima.
Awal mulanya kelahiran PNI ditandai dengan pembentukan kelompok-kelompok studi di Surabaya oleh Sutomo danBandung oleh Soekarno yang kemudian berkembang ke seluruh Jawa dan meluas lagi ke luar Jawa. Tujuan pendirian kelompok-kelompok studi ini agar para pelajar Jawa dapat bersatu, menanamkan kesadaran kepada mereka bahwaIndonesia adalah suatu bangsa.
Dari kelompok-kelompok belajar tersebut, banyak dilakukan pertemuan-pertemuan yang membicarakan keadaan-keadaan social politik pada saat tersebut. Pada bulan April di kediaman Soekarno merencanakan pembentukan sebuah partai baru. Terdapat orang-orang yang hadir pada waktu itu seperti Ishak, Sunaryo, Tjipto Mangoenkoesoemo, J. Tilaar, dan Sujadi. Mereka yang hadir akan menjadi anggota panitia yang harus mempersiapkan kongres nasional secepatnya. Namun pertemuan ini hanya dilakukan secara tertutup. Pertemuan lain dilakukan oleh mereka pada 4 Juli 1927. mereka merencanakan rencana pembentukan sebuah partai baru dengan nama Partai Nasional Indonesia (PNI) secara terbuka. Pertemuan 4 juli tersebut menetapkan Soekarno sebagai ketua dan anggaran-anggaran dasar keorganisasian.
PNI pun mulai berkembang. Pada akhir tahun 1927 tercatat menjadi 3 cabang. Selain di Bandung juga terbentuk cabang di Yogyakarta dan di Batavia. Pada bulan Desember dibentuk juga sebuah panita di Surabaya untuk persiapan pembentukan cabang baru di kota tersebut. Di Surabaya sendiri PNI resmi berdiri pada 5 February 1928.
Tujuan PNI adalah untuk mencapai Indonesia yang merdeka terlepas dari segala penjajahan. PNI yakin jikaIndonesia merdeka dan terlepas dari penjajahan maka susunan kehidupan, struktur social masyarakat Indonesia akan kembali seperti sebagai mana mestinya. Tujuan tersebut bisa dipakai kalau kita bisa berdiri sendiri atau percaya pada diri sendiri, dan tidak bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda. PNI yakin, dengan gerakan-gerakannya yang revolusioner pemerintah kolonial Belanda tidak akan memberikan, membantu, atau memberi jalan untuk tercapainya suatu kemerdekaan.
Organisasi ini mulai menanjak dan terkenal. Propaganda-propaganda tulisan maupun lisanya banyak menyihir dan mempengaruhi rakyat. Pada permulaanya tema yang banyak diangkat adalah tentang hubungan yang sifatnya penjajahan dan konflik yang tidak dapat dihindari antara kaum penjajah dan kaunm yang di jajah, perlunya melawan front kulit putih, perlunya pembentukan negara dalam negara, perlunya menumbuhkan percaya akan kekuatan diri sendiri dan melepaskannya ketergantungan kita pada Belanda dengan jalan “berdiri dengan kaki sendiri” untuk meraih kemerdekaan.
Dalam rapat tanggal 17- 18 Desember 1927 di Bandung terjadi suatu moment dimana organisasi-organisai pergerakan nasional yang selama ini berjuang dibawah benderanya masing-masing berkumpul dalam satu forum. Partai Nasional Indonesia dengan beberapa organisasi lain seperti Partai Sarikat Islam, Budi Utomo, Pasundan, Soematranen Bond, Kaum Betawi, Indonesische Studieclub dan Allgemene sepakat mendirikan federasi perhimpunan politik yang mereka beri nama Permufakatan Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI).
24-26 Maret dilakukan penyusunan penyusunan azas dan daftar usha yang disahkan 27-30 Mei 1928. dalam program azas tersebut dikemukakan bahwa: “ perubahan-perubahan struktur masyarakat pada abad XVI yang membawa pula pada kebutuhan-kebutuhan ekonomi baru, menyebabkan timbulnya imperialisme Belanda. Demi kepentingan imperialisme tersebut, Indonesia dijadikan tempat penanaman modal. Dari presfektif ekonomi Indonesia, hal ini berarti drainage kekayaan. Hal ini berakibat pada rusaknya struktur social, ekonomi, dan politik Indonesia(C.Utomo:1995). Oleh karna itu PNI dengan menjalin persatuan dan kesatuan bangsa, tanpa mementingkan kepentingan agama, ras, dan suku bangsa untuk melawan kolonialisme penjajah dan tanpa bantuan orang lain, kemerdekaan bisa dicapai.
Seiring berjalannya waktu PNI pun makin melebarkan sayap eksistensinya. Pergerakan perjuangannya yang selalu revolusioner telah banyak menghimpun banyak kekuatan. Masa dari anggotanyapun kian bertambah. Pada Bulan mei 1929 anggota PNI sampai pada jumlah 3.860 orang. Kenaikan ini sebagai akibat dari propaganda yang dilakukan dengansangat aktif sepanjang tahun.
Pemerintah Kolonial Belanda dibawah tangan Gubernur Jendral De Graeff mulai geram atas tindakan tindakan PNI. Berbahaya dimata pemerintah kolonial karena PNI merupakan gerakan yang bersifat revolusioner kerena banyak gagasan dan anggotanya bekas pPerhimpunan Indonesia (PI). Untuk membendung pergerakan-pergerakan nasional ini, tampaknya pemerintah kolonial belanda mencoba memisahkan kaum nasionalis moderat dengan kelompok-kelompok nasioalis ekstrim agar mereka tidak cepat berkembang. Mereka juga menggunakan politik adu domba agar kedua kaum pergerakan tersebut saling bersengketa dan terpecah.
Pengaruh PNI semakin besar, sebaliknya pemerintah kolonial harus lebih bisa membendung gerakan-gerakan PNI. Pemerintah menilai PNI berbahaya bagi stabilitas social dan stabilitas politik Hindia Belanda. Untuk itu dilakukanlah berbagai upaya untuk melakukan tinadakan tegas terhadap tokoh-tokohnya. Isu akan dilancarkannya gerakan pemberontakan pada tahun 1930 menjadi alasan pemerintah untuk melakukan penggeledahan pdan penangkapan terhadap tokoh-tokoh PNI.
29 Desember Soekarno dan kawan-kawan ditangkap oleh pemerintahan Hindia belanda. Beliau dan beberapa anggota yang lainnya dinyatakan bersalah oleh pengadilan. Soekarno diponis 4 tahun penjara. Berdasarkan pertimbangan keberlangsungan perjuangan nasional, dalam kongres luar biasa ke II di Jakarta, diambil keputusan untuk membubarkan Partai Nasional indonesia pada tangal 25 April 1931. pembubaran ini menimbulkan pro kontra dari para anggotanya. Dan dari sinilah akan terbentuk dua kubu yang nantinya melahirkan Partai Indonesia (partindo) dan PNI baru.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar