Kamis, 14 Maret 2013
0 Manfaat Zat Penyembuh yang Terdapat Dalam Ganja
Pernyataan bahwa ganja bisa menyembuhkan penyakit tertentu mungkin baru sekadar klaim untuk melegalkan pemakaiannya. Sebab, belum pernah ada penelitian di dalam negeri yang menyatakan tanaman tropis itu berkhasiat. Dalam UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, ganja dimasukkan dalam kategori narkotika golongan I (paling berbahaya dan tidak bisa digunakan dalam pelayanan kesehatan).
Terdapat lebih dari 400 senyawa cannabinoids yang terdapat pada sebuah pohon ganja. Beberapa diantara senyawa tidak beracun tersebut terbukti mampu mengobati kanker, mengurangi kecenderungan psikotik pasien schizophrenia dan mengobati berbagai penyakit kronis lainnya.
Senyawa-senyawa berkhasiat medis tersebut diantaranya seperti cannabidiol (CBD), cannabinol (CBN), cannabichromene (CBC), cannabigerol (CBG) dan tetrahydrocannabivarin (THCV). Tidak seperti delta-9-tetrahydrocannabinol (THC), kandungan psikoaktif ganja, mengonsumsi senyawa-senyawa tersebut tidak dapat membuat Anda mabuk. Sayangnya di Indonesia, UU Narkotika No. 35 Tahun 2009 memasukan senyawa-senyawa tersebut sebagai Narkotika Golongan 1.
Dimata pemerintah Indonesia, senyawa-senyawa cannabinoids non-psikoaktif dianggab sama berbahayanya dengan heroin maupun Napza lainnya. Berbeda dengan pandangan para peneliti medis di dunia, senyawa-senyawa cannabinoids tersebut justru mampu menjadi obat yang aman dan efektif dalam melawan penyakit-penyakit kronis. Untuk itu mari kita lihat lebih dalam mengenai senyawa-senyawa berkhasiat ilegal tersebut.
1. Cannabidiol (CBD)
Setelah THC, CBD merupakan cannabinoids yang paling banyak ditelaah oleh ilmuwan. Ditemukan pertama kali tahun 1940, mayoritas ilmuwan mengatakan bahwa CBD mungkin saja menjadi satu-satunya cannabinoid yang paling penting. Bahkan para ilmuwan menganggab CBD sebagai senyawa medis terbaik yang dimiliki pohon ganja.
Hasil studi Antonio Zuardi yang diterbitkan The Brazilian Journal of Psychiatry tahun 2008 menemukan berbagai potensi medis dari cannabidiol untuk mengobati parkinson, alzheimer, serebral iskemia, diabetes, rheumatoid arthritis, inflamasi, mual dan kanker. Tahun 2009, ilmuwan dari Israel dan Itali mengembangkan temuan tersebut dan menemukan bahwa CBD memiliki sifat anxiolytic (anti-cemas), anti-psikotik, anti-epilepsi, neuroproteksi, vasorelaxant (memperbesar pembuluh darah), antispasmodic (meringankan keram otot), anti-ischemic (memperlancar suplai darah), anti-kanker, antiemetic (menghilangkan mual dan muntah), anti-bakteri, anti-diabetes, anti-inflammatory (anti peradangan/pembengkakan), dan merangsang pertumbuhan tulang.
Martin Lee, pendiri dan direktur Project CBD, menjuluki cannabidiol sebagai “The Cinderella Molecule”; Senyawa mungil yang tidak beracun, non-psikoaktif dan multiguna.
2. Cannabinol (CBN)
Cannabinol adalah produk turunan dari THC. Pertama ditemukan ilmuwan pada tahun 1896. Senyawa cannabinol ditemukan dapat membantu proses tidur, mengurangi rasa sakit maupun keram, memperlambat gejala ALS (Penyakit Lou Gehrig), meningkatkan nafsu makan, dan menghentikan penyebaran residu obat-obat tertentu.
3. Cannabichromene (CBC)
CBC pertama kali ditemukan tahun 1966. Secara khusus banyak ditemukan pada tanaman ganja yang baru panen. Namun, penelitian terhadapnya belum dilakukan sebanyak CBD ataupun CBN. Sebuah ringkasan jurnal-jurnal di tahun 2009 menemukan fungsi CBC sebagai anti-inflammatory (anti peradangan/pembengkakan), anti-mikroba, analgesik, anti-kanker, dan merangsang pertumbuhan tulang. Penelitian terbaru di tahun 2011 menemukan bahwa CBC dapat mempengaruhi ujung syaraf otonom dalam memodifikasi rasa sakit.
4. Cannabigerol
Sama seperti CBC, CBG juga kurang mendapat perhatian serius dari para ilmuwan. Terlihat dari sedikitnya jurnal yang mengemukakan efek medis senyawa tersebut. CBG pertama kali ditemukan pada tahun 1964. Berdasarkan hasil temuan dalam The British Journal of Pharmacology tahun 2011, ekstraksi CBG-chemotype dapat dijadikan agen antiseptik yang sempurna dan aman untuk membunuh bakteri. Studi terbaru kemudian menemukan bahwa senyawa non-psikoaktif tersebut mampu mengobati berbagai gangguan sistem syaraf otonom, termasuk epilepsi.
5. Tetrahydrocannabivarin
Ditemukan tahun 1970, THCV merupakan senyawa khas yang dapat ditemui pada hashish Pakistan dan cannabis yang berasal dari selatan afrika. Berdasarkan dosisnya, THCV dapat menjadi agen antagonis bagi THC (dosis rendah THCV dapat menurunkan nafsu makan) atau malah sebaliknya (dosis tinggi THCV bermanfaat untuk proses pembentukan tulang). Tidak seperti CBD, CBN, CBC, dan CBG, dosis tinggi THCV mampu membuat Anda mengalami fenomena "melayang" (lebih rendah dari THC).
SUMBER : http://hajingfai.blogspot.com
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar