Ketika Ibn ‘Arabi kembali menerapkan mitos bahwa penciptaan Hawa dari tulang rusuk Adam sebagai dasar rasional untuk menjelaskan sebab timbulnya rasa saling tertarik, rindu dan cinta antara laki-laki dan perempuan. Perhatikan kutipan berikut ini:
“Ketika tubuh Adam tampak, seperti kami sebutkan, ia tidak mempunyai syahwat (syahwah) untuk menikah. Namun, Tuhan telah mengetahui bahwa reproduksi, prokreasi dan pernikahan akan diwujudkan di dunia ini. Pernikahan di dunia ini adalah untuk meneruskan kelangsungan spesies itu. Maka, Dia mengeluarkan Hawa dari tulang rusuk Adam yang pendek.
Hawa berasal dari tulang rusuk karena bengkok( atau lengkung) yang ada pada tulang-tulnag rusuk. Karena bengkok itu, ia akan cenderung(hatinya) kepada anaknya dan pasangannya. Kecenderungan laki-laki kepada perempuan adalah kecenderungan kepada dirinya sendiri karena perempuan bagian dari dirinya. Kecenderungan perempuan kepada laki-laki adalah karena perempuan diciptakan dari tulang rusuknya dan pada tulang rusuk itu terdapat kecenderungan dan kelengkungan. Ketika Hawa dikeluarkan dari Adam, Tuahn mengisi ruang kosong itu dengan udara (hawa’), Adam rindu kepada Hawa sebagaimana rindunya kepada dirinya sendiri karena hawa adalah bagian dari dirinya. Hawa rindu kepada Adam karena Adam adalah tanah asal pembentukannya. Maka, cinta Hawa (kepada hawa) adalah cinta kepada dirinya sendiri. Itulah sebabnya cinta laki-laki kepada perempuan tampak nyata karena perempuan adalah dirinya sendiri. Namun, perempuan diberi kekuatan yang disebut “malu” (haya’) dalam cintanya kepada laki-laki- sehingga ia kuat menyembunyikannya-karena tanah asala tidak menyatu dengan dirinya sebagaimana kesatuan Adam dengan dirinya.
Sesudah itu, Tuhan memisahkan, untuk manusia (laki-laki), dari dirinya seseorang sesuai dengan bentuknya yang Dia namai perempuan. Karena perempuan muncul sesuai denganbentuknya (laki-laki), maka ia merindukan perempuan sebagaimana sesuatu merindukan dirinya, dan perempuan merindukannya sebagaimana sesuatu merindukan tempat kelahirannya. Maka, kaum perempuan dibuat (sebagai) yang dicintai baginya karena tuahn mencintai siapa yang Dia ciptakan sesuai dengan bentukNya, dan yang kepadanya Dia membuat para malaikat, makhluk-makhluk yang diciptakan dari cahaya, bersujud, sesuai dengan keagungan ukuran dan kedudukan mereka dan ketinggian pembentukan alamiah mereka. Dari sini terjadilah persesuaian (munasabah) anatara Tuhan dan manusia). Bentuk (Ilahi) adalah persesuaian yang paling agung, paling besar, dan paling sempurna. Karena itu, bentuk itu adalah pasangan atau menyertai wujud Tuhan, sebagaimana perempuan, dengan wujudnya, menyertai laki-laki. Maka, ia membuat laki-laki sebagai pasangan. Dengan hal ini, maka timbullah 3 serangkai: Tuhan laki-laki dan perempuan. Laki-laki merindukan Tuhan yang merupakan asalnya sebagaimana perempuan merindukan laki-laki. Maka, Tuhan membuat kaum perempuan dicintai bagi laki-laki sebagaimana Tuhan mencintai siapa saja yang sesuai dengan bentuk-Nya sendiri. Cinta seseorang tidak terjadi kecuali kepada siapa yang dari dirinya ia diciptakan. Maka, cinta laki-laki ada hanya kepada siapa yang dari dirinya ia diciptakan, yaitu Tuhan.
Begitu dalam deskripsi yang dipaparkan oleh Syaikh Al-Akbar, Hawa, karena diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok mempunyai kecenderungan (hati) dan rindu kepada pasangannya, Adam, dan-setelah mempunyai anak-anak-kepada anak-anaknya.. Disini kita melihat bahwa Ibn al-‘Arabi, berbeda dengan para mufasir klasik pada umumnya, memberikan arti positif kepada kata “bengkok” atau “melengkung” (inhina’, ‘awaj). Bagi Ibn al-‘Arabi, “bengkok” atau “melengkung” – yang menjadi sifat, karakter atau pembawaan hawa – berarti kecenderungan (hati) atau kerinduan hawa kepada Adam.
Perempuan oh perempuan…tak kan habis waktu untuk bicara tentang mereka, para perempuan. Di dalam dirinya tersimpan banyak kemuliaan; kelembutan, kasih, sayang, cinta dan lain-lain. Kaum perempuan mempunyai suatu kekuatan yang tiada tandingannya di seluruh alam ini, karena perempuan adalah suatu mikrokosmos, ia memusatkan pada dirinya sendiri kekuatan setiap realitas reseptif dalam eksistensi.. Perempuan dapat menyatukan kekuatan seluruh kosmos di dalam dirinya. Akibatnya, tidak ada sesuatu pun di alam semesta ini yang lebih kuat daripada perempuan.
Sumber: Tasawuf Perenial (Prof. Kautsar Azhari Noer)
0 komentar:
Posting Komentar