Bung Karno di Jaman Jepang 1942, Sudah Menggunakan Bahasa Indonesia dalam tiap pidato politiknya (Sumber Photo : Antara)
Pada awalnya Bung Karno terpesona dengan pidato politik saat diajak HOS Tjokroaminoto di tahun 1915 ke Solo dan melihat sendiri Pak Tjokro berpidato dengan gaya yang brengas, tegas dan keras. Pak Tjokro saat itu berpidato dengan bahasa Melayu Pasar. Di perkumpulan politik HBS Surabaya sendiri, Bung Karno dengan keras menghendaki penggunaan bahasa Djawa Ngoko sebagai bahasa Politik pergerakan.
Barulah pada tahun 1926, saat Bung Karno sering berdiskusi dengan Tjiptomangunkusumo di Bandung, Bung Karno tersadarkan dengan politik bahasa, saat itu dokter Tjipto bilang kepada Sukarno “Karno, sebuah bangsa itu tidak berdiri hanya sekedar sebagai bangsa, sebagai sebuah geopolitik, tapi sebuah bangsa itu berdiri dengan nyawanya, dengan jiwanya, dan pembahasaan atas nyawa bangsa itu ya, dengan bahasa …. kita tidak bisa lagi menggunakan bahasa Belanda sebagai bahasa pergaulan intelektual, tidak pula kita mengenalkan bahasa kepada rakyat djelata dengan bahasa lokal, kita harus jadikan bahasa Melayu Pasar sebagai bahasa Persatuan, kita disatukan oleh jaringan pasar yang berdiri di seluruh pulau-pulau Nusantara, oleh kerna itu, bahasa menjadi politik utama kita sekarang”.
Pada tahun 1927, Sukarno berbicara pada M Yamin, Maroeto, Soegondo Djojopuspito yang datang ke Djakarta, saat itu juga datang anak HBS Bandung, Soetan Sjahrir yang masih pakai celana pendek mengantar Yamin ke rumah Bung Karno. Disini Bung Karno mendeskripsikan bahasa Indonesia sebagai bahasa Persatuan, Yamin jatuh cinta sekali dengan alam pemikiran Bung Karno, sebelum ia kemudian menemukan buku Naar de Republiek karangan Tan Malaka yang didapat Yamin dari toko buku Pasar Senen milik Darip.
Sejak rapat-rapat politik di Radicale Concentratie, Bung Karno terus berpidato dengan Bahasa Indonesia yang lancar, sejak saat itu bahasa Indonesia dikenal luas, karena hampir tiap waktu rakyat seluruh Nusantara dididik Sukarno dalam pidato-pidato politiknya dengan bahasa Indonesia.
Banyak analis-analis politik dan sejarawan menilai Bung Karno-lah orang yang paling bertanggung jawab terhadap penyebaran bahasa Indonesia dan sekarang hasilnya :
Orang Indonesia seharusnya bangga dengan bahasanya, karena:
1. Bahasa Indonesia menduduki peringkat 3 di Asia dan peringkat ke 26 di dunia dalam hal tata bahasa terumit di dunia.
2. Bahasa Indonesia juga mendunia di dunia maya, buktinya wikipedia berbahasa Indonesia telah menduduki peringkat 26 dari 250 wikipedia berbahasa asing di dunia dan peringkat 3 di Asia setelah bahasa Jepang dan Mandarin, selain itu Bahasa Indonesia menjadi bahasa ke 3 yang paling banyak digunakan dalam postingan blog di wordpress.
3. Bahasa Indonesia menjadi bahasa resmi kedua di vietnam sejak tahun 2007
4. Bahasa Indonesia masuk kedalam 10 besar bahasa yang paling diminati di seluruh dunia.
1. Bahasa Indonesia menduduki peringkat 3 di Asia dan peringkat ke 26 di dunia dalam hal tata bahasa terumit di dunia.
2. Bahasa Indonesia juga mendunia di dunia maya, buktinya wikipedia berbahasa Indonesia telah menduduki peringkat 26 dari 250 wikipedia berbahasa asing di dunia dan peringkat 3 di Asia setelah bahasa Jepang dan Mandarin, selain itu Bahasa Indonesia menjadi bahasa ke 3 yang paling banyak digunakan dalam postingan blog di wordpress.
3. Bahasa Indonesia menjadi bahasa resmi kedua di vietnam sejak tahun 2007
4. Bahasa Indonesia masuk kedalam 10 besar bahasa yang paling diminati di seluruh dunia.
Tapi ironisnya, pemerintah yang seharusnya melindungi Bahasa Indonesia, ternyata pemerintah juga lah yang mencederai Bahasa Indonesia itu sendiri.
SBY sekarang pidatopun menggunakan bahasa Indonesia yang belepotan, sudah seharusnya SBY ditegur oleh DPR untuk berbicara dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Sukarno memang sering menggunakan bahasa Belanda, tapi itu hanya Quotes, atau kutipan tidak dicampur-campur dalam struktur kalimatnya.
Bila Sukarno bapak bagi penyebaran bahasa Indonesia maka SBY adalah perusak bahasa Indonesia.
-Anton DH Nugrahanto-.http://bahasa.kompasiana.com
0 komentar:
Posting Komentar