Sekretaris Kabinet Dipo Alam sebagaimana diberitakan Koran Tempo 29/9/2012 mempublikasikan daftar partai politik “terkorup” berdasarkan permohonan izin pemeriksaan (PIP) pejabat negara atau anggota dewan yang terlibat kasus hukum yang disampaikan kepada presiden. Pengumuman ke publik itu bersamaan pula dengan keluarnya putusan MK menyangkut uji materi UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemda pasal 36 berkaitan dengan perlunya izin presiden jika aparat hukum hendak memeriksa pejabat negara (bupati, gubernur, anggota dewan). Putusan MK itu menyatakan bahwa pemeriksaan pejabat negara tak perlu lagi izin presiden.
“Judicial review atas pasal 36 UU Nomor 32 Tahun 2004 itu intinya tindakan penyelidikan dan penyidikan terhadap kepala daerah atau wakilnya tidak memerlukan persetujuan tertulis Presiden kecuali penyidikan yang dilanjutkan penahanan dimana Presiden diberi tenggat waktu 30 hari untuk mengeluarkan persetujuannya,” kata Seskab sebagaimana diungkap Kompas.com
Menurut Seskab, selama masa pemerintahannya, Presiden SBY telah mengeluarkan izin pemeriksaan pejabat negara dan anggota dewan sebanyak 176 orang yang terlibat kasus hukum. Dari jumlah itu 79 % nya merupakan kasus korupsi dan sisanya merupakan kasus pidana lainnya.
Dari data izin pemeriksaan yang dikeluarkan oleh Presiden terdapat data politisi dari partai politik sebagai berikut :
1. Partai Golkar sebanyak 64 Orang politikus atau setara dengan 36 %
2. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) sebanyak 32 orang politikus atau setara dengan 18 %
3. Partai Demokrat 20 orang politikus atau setara dengan 11 %
4. Partai Persatuan Pembangunan (PPP) sebanyak 17 orang politikus atau 9,65 %
5. Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) sebanyak 9 orang politikus atau 5 %
6. Partai Amanat Nasional (PAN) sebanyak 7 orang politikus atau 3,9 %
7. Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sebanyak 4 orang politikus atau 2,27 %
8. Partai Bulan Bintang (PBB) sebanyak 2 orang politikus atau 1,14 %
Data yang dipublikasikan oleh Seskab ini memkonfirmasi berkembangnya opini bahwa kasus-kasus korupsi yang melibatkan pejabat negara baik di eksekutif maupun legislatif banyak melibatkan politikus partai politik. Atau kesimpulan para aktifis anti korupsi yang menyatakan bahwa persemaian praktik korupsi itu banyak terjadi dan dilakukan oleh Parpol.
Banyak modus yang dilakukan, hanya jika melihat berbagai pemberitaan di media massa baik cetak maupun elektronik, mereka berkolaborasi antara politikus yang menjadi pejabat negara di eksekutif dengan politikus di lembaga eksekutif. Kasus Nazarudin dengan Wisma Atlet, Hambalang dll, kasus pengadaan Al-Qur’an di Depag, kasus penyalahgunaan APBD cenderung melibatkan kerjasama keduanya.
Jika putusan MK menyangkut pemeriksaan kepala daerah dan wakil kepala daerah ini tak lagi memerlukan izin tertulis dari presiden, maka akan semakin mudah dan cepat saja proses penyelidikan dan penyidikan kasus hukum yang menimpa para politisi tersebut.
Demokrasi yang substansial itu sejatinya harus linear dengan terciptanya tata kelola pemerintahan yang bebas dari KKN, terwujudnya clean and good governance. Jika demokrasi berhasil menciptakan elit partai yang menduduki jabatan-jabatan di eksekutif dan legislatif yang terhindar dari praktik korupsi, maka kita optimis bahwa kehidupan berbangsa dan bernegara kita akan mampu membawa rakyat ke arah kehidupan yang lebih baik dan sejahtera.
Disini rakyat harus ikut serta memberikan reward dan punishment terhadap partai-partai dalam menjalankan visi dan misinya. Jika partai banyak kadernya yang terjerat oleh kasus korupsi maka rakyat harus menghukumnya dengan tidak memilih caleg atau calon yang maju dalam pilkada atau pilpres. Jika parpol relatif sedikit kader yang terjerat kasus korupsinya, maka rakyat juga harus memberikan hadiah dan penghormatan untuk dapat diberikan kesempatan untuk mengelola negeri ini dengan baik.
Jangan sampai negeri ini terus dikelola oleh partai-partai yang elit-elitnya banyak melakukan praktik tindak pidana korupsi yang merugikan dan menyengsarakan rakyat. Saatnya rakyat untuk cerdas menentukan sikap.
sumber : http://politik.kompasiana.com
0 komentar:
Posting Komentar