Berekolah itu bukan semata-mata bertujuan mencari pekerjaan. Sekolah adalah lembaga pendidikan yang memiliki fungsi lebih luas, bukan melulu pekerjaan dan pekerjaan. Lebih dari itu, sejatinya sekolah adalah tempat menuntut ilmu dan mendidik diri, mental, kepribadian siswa, pembangunan karakter agar siswa mampu menempatkan diri pada tempat yang setepat-tepatnya. Oleh karenanya, sekolah kadang tidak berkorelasi langsung dengan pekerjaan atau jumlah rezeki yang saat ini ditekuni dan diperoleh.
Oleh karena itu tidak heran, bila ada orang yang tidak bersekolah namun rejekinya bagus, kaya, dan memiliki kesempatan untuk beraksi dengan menggunakan kekayaannya. Sebaliknya tidak sedikit pula orang-orang yang telah menyenyam pendidikan baik, SMP, SMA, Perguruan Tinggi, bahkan hingga sampai jenjang paskasarjana, namun masih menganggur dan terus gerilya mencari pekerjaan.
Bahkan tidak jarang di antara kita, rela membayar berpuluh-puluh juta hanya untuk mencari pekerjaan dengan gaji jauh dari nilai (suap) yang mereka keluarkan. Alih-alih mereka kreatif, mencari terobosan positif, malahan sering terjerumus pada jalur-jalur koruptif. Lihat saja mungkin kasus Kim Wilburn yang memasang baliho untuk menawarkan dirinya pada jenis pekerjaan yang dia inginkan.
Alhasil terobosan yang dilakukan oleh Insinyur dari Florida membuat kita terperangah, namun daya kreatifitasnya perlu juga dicontoh, dari pada lerlena dengan tindakan-tindakan koruptif, membayar orang untuk membayar diri, lebih baik mencontoh apa yang dilakukan oleh Wilburn.
Mindset sekolah itu pekerjaan, pekerjaan itu uang banyak, uang banyak itu kebahagiaan itu terkadang tidak dapat untuk diterapkan. Dan telah banyak bukti di sekitar kita, tidak perlu disebutkan disini, pembaca pasti telah banyak melihatnya.
Walaupun demikian, bila berpendidikan baik cenderung memiliki kesempatan dalam berkompetisi. Karena meskipun di dunia pendidikan tidak akan mendapatkan semua yang diinginkan, namun di sana pula banyak didapat ilmu-ilmu baik dasar atau lanjutan yang diperlukan untuk bekal berkompetisi.
Di era sekarang, seperti yang sering kita dengar enterprener harusnya terus menjadi focus dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Jumlah enterprener di Indonesia sendiri masih jauh dari Negara-negara lain yang secara GNP jauh lebih besar.
Jumlah enterprener pada tahun 2012 ini, menurut Agus Muharram, Deputi Menkop dan UKM bidang Pengembangan SDM, Kemenkop & UKM sebanyak 1.56%. Jumlah ini sudah mengalami kenaikan yang lumayan dari tahun 2009 yang hanya berjumlah 0.18% dari populasi di Indonesia.
Coba kita bandingkan dari Negara tetangga, Malaysia 5%, Singapura 7%, Jepang 10%. Padahal menurut Ciputra untuk membangun ekonomi Indonesia kita memerlukan paling tidak 2% dari jumlah penduduk. Jumlah itu sangat jauh dibanding jumlah wira usaha di Amerika yang mencapai angka 12%.
Peningkatan jumlah wira usaha itu sejatinya menjadi PR bersama. Bagaimana agar output pendidikan di Indonesia tidak hanya berorientasi mencari pekerjaan setelah mereka selesai. Mereka sebaiknya terus didorong untuk meningkatkan kreatifitas sehingga setelah selesai mereka mampu menemukan terobosan-terobosan yang pada saat ini hanya sebagian kecil saja yang berkesempatan. Pemodal besar lebih dominan dan berkesempatan lebih luas untuk membangun usahanya.
Jumlah lulusan yang terus membengkak, bila tidak diimbangi dengan kesempatan yang baik untuk membangun usaha hanya akan menambah jumlah pengangguran yang ada. Padahal seperti disinyalir oleh BPS jumlah pengangguran untuk tahun 2012 ini lebih kecil (turun 90.000) dari pada bulan yang sama (Februari) tahun 2011.
Banyak hal yang dapat dilakukan oleh pemerintah melalui departemen-departemennya. Dari departemen pendidikan misalnya, harusnya pemerintah menyisipkan materi-materi kewirausahaan, bisnis dan manajemennya meskipun dalam sekup yang kecil. Siswa-siswa SMU yang bukan kejuruan juga dibekali beberapa materi kewirausahaan, karena tidak semua lulusan SMU itu akan melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi.
Untuk siswa-siswa kejuruan saat ini sudah lebih mengarah kepada dunia kerja, dan terus ditingkatkan tidak saja untuk mencari pekerjaan, namun untuk menciptakan pekerjaan. Support dan daya dorong pemerintah harus terus ditingkatkan agar pemuda-pemuda yang lulus tidak berbondong-bondong mengadu nasib ke kota yang cepat atau lambat juga menimbulkan dampak sosail yang tidak ringan juga.
Kenyataan arus urbanisasi hingga detik ini juga belum terbendung. Hal itu wajar, karena setiap orang memiliki hak untuk berkembang dalam berbagai aspek kehidupannya Namun bila terjadi pemusatan ekonomi ke kota dan perkampungan-perkampungan menjadi kosong dan tidak terberdayakan, ekonominya juga akan lumpuh. Hanya pada saat-saat tertentu saja kehidupan itu akan terlihat, pada saat lebaran misalnya.
Dengan demikian, merubah mindset bahwa sekolah itu untuk bukan semata-mata mencari pekerjaan, namun idealnya adalah sebagai kawah untuk membangun karakter, budi pekerti, mental dan pencipta pekerjaan harus segera dimulai dari sekarang dan oleh siapapun. Agar suatu ketika, bila belum bertemu dengan pekerjaan yang diinginkan tidak mengambinghitamkan sekolah. Karena banyak sekali pengusaha-pengusaha berhasil bukan karena keberhasilannya di sekolah.
Sumber:
0 komentar:
Posting Komentar