Senin, 22 Oktober 2012

0 4 Faktor Parpol Islam Ditinggalkan Simpatisan

       Lingkaran Survei Indonesia (LSI) melansir, melorotnya elektabilitas sejumlah partai politik (parpol) Islam dan tokohnya karena ditinggalkan simpatisannya, disebabkan empat faktor.

"Dari hasil indepth interview, LSI menemukan empat faktor penyebab," ungkap Peneniliti LSI, Ajie Alfaraby, saat merilis hasi survei terbarunya, bertajuk "Makin Suramnya Partai dan Capres Islam di Pemilu 2014", di Jakarta, 

Pertama, semakin kentalnya fenomena "Islam Yes partai Islam No". Keislaman di Indonesia hanya bersifat kultural atau keshalehan individu, namun tidak terwujud dalam aspirasi politiknya. Mayoritas umat Islam di Indonesia tidak ingin partai dengan aroma Islam menjadi mayoritas.

"Sebesar 67,8 persen orang Islam pilih partai nasionalis. Keislaman hanya apsek-aspek kultural dan pribadi, namun tidak ke politik," ujarnya.

Kedua, pendanaan parpol nasionalis lebih kuat dibanding pendanaan parpol Islam. Menurutnya, pendanaan partai Golkar, PDIP, Demokrat, Gerindra, dan NasDem lebih siap dibanding parpol Islam, seperti PKS, PPP, PAN, dan PKB. "Pendanaan yang lebih siap ini, memungkinkan partai nasionalis lebih siap dalam mendanai aktivitas dan 'image bulding' partai. Sebesar 85,2 persen partai Islam tidak punya dana seperti partai nasionalis," bebernya.

Ketiga, berbagai aksi kekerasan yang dilakukan sejumlah kelompok yang mengatasnamakan Islam menimbulkan kecemasan kolektif masyarakat Indonesia. "Kekerasan atas nama Islam, misalnya terhadap Ahmadiyah, Syiah, dan pelarangan pendirian rumah ibadah atau gereja memunculkan kekhawatiran formalistik Islam.

"Selain itu, gejala tuntutan dan pemberlakuan syariat Islam di beberapa daerah menjadi referensi bagi masyarakat Indonesia, bahwa ada agenda penerapan syariat Islam jika yang berkuasa adalah parpol Islam," urainya.

Keempat, berpindahnya suara simpatisan parpol dan tokoh Islam kepada tokoh dan partai nasionalis karen parpol ini semakin mengakomodir kepentingan dan agenda kelompok umat Islam, terlepas motifnya yang bersifat subtantif ataupun simbolik.

"Bentuk akomodirnya, seperti pembentukan organisasi undebouw partai untuk merangkul kelompok umat Islam, seperti Baitul Muslimin di PDIP, Majelis Dzikir SBY (Demokrat)," ungkapnya.

Selain itu, imbuh Ajie, banyak tokoh-tokoh Islam yang diakomodir oleh partai nasionalis, baik kedalam struktur partai, maupun dalam rekruitment anggota parlemen.

"Sebesar 57,8 persen, publik percaya partai nasionlis dapat mengakomodir kelompok dan kepentingan Islam. Kemudian, konsep, program, prilaku yang ditawarkan sejumlah parpol Islam dan nasionalis cenderung sama, sehingga pemilih menilai, parpol Islam dan nasionalis sama saja," pungkasnya


Menurut saya yang faktor yang paling banyak membuat menurunnya popularitas Parpol Islam adalah Nomor 1 dan 3, karena mayoritas umat Islam masih berprinsip Islam sebagai Islam yang rahmatan lil’alamin, dan aksi2 kekerasan yang dilakukan berbagai ormas (bukan parpol Islam) yang mengatasnamakan Islam turut serta merusak nama baik parpol2 Islam yang tidak melakukan aski2 tsb, sementara didalam parpol Islam sendiri telah terjadi pergeseran nilai di internal partainya yakni dari partai yang islamis semakin nasionalis.

Jika mau sedikit lebih bijak dan mengedepankan “kepala dingin” bukan menonjolkan “hati panas,” mestinya parpol Islam (baca: elit politik) berterima kasih kepada lembaga survei yang suka rela memberikan ‘warning’ dengan mewartakan secara luas hasil jajak pendapat. Meski ada sebagian dari lembaga survei yang diragukan independensinya karena kepentingan bisnis, kontrak dan pesanan dari partai tertentu.

Namun mestinya jangan di-gebyah uyah dengan serta merta menuding miring dan membantah mentah-mentah tanpa sama sekali menelaah. Nyatanya, sikap gebyah uyah dan bantah mentah-mentah ini ditunjukkan oleh ‘beliau-beliau’ yang merasa ‘dirugikan’ hasil jajak pedapat. Paling kentara adalah respon dari kubu PKS. Sebagai partai yang sempat di(besar)kan oleh perubahan zaman pasca reformasi, tentu ‘berita duka’ ini seakan petir di siang bolong.

Antara keheranan, kebingungan, ketersinggungan, kesombongan dan kecemburuan, ‘jagoan nomor wahid’ PKS Hidayat Nur Wahid menuding miring akan adanya kepentingan politik yang menunggangi survei dengan menggiring opini publik untuk menyudutkan partai Islam. Ia juga menolak dikotomi partai nasionalis dan partai Islam diwacanakan, karena tidak mencerminkan kedewasaan berpolitik dan cederung menyesatkan





sumber ; http://www.gatra.com/politik/19255-i...impatisan.html

0 komentar:

Posting Komentar

 

ekoqren Copyright © 2011 - |- Template created by O Pregador - |- Powered by Blogger Templates