Selasa, 11 September 2012

0 KH Said Aqil Sirodj tentang video porno


Inilah Kronologis Ucapan KH Said Aqil Siradj Tentang Video Porno


Semuanya berawal dari aksi bom yang terjadi di Gereja Bethel Injil Kepunden, Solo pada tanggal 25 September 2011, yang seakan menyusul aksi berbagai rentetan teror di Indonesia pada April 2011 di Mapolresta Cirebon, KH Said Aqil Sirodj, Ketua PBNU, pada hari Selasa (27/09/2011), dalam konfrensi persnya, mendesak Menkominfo, Tifatul Sembiring untuk memblokir situs-situs Islam yang dinilainya radikal.
Dalam konfrensi persnya di Gedung PBNU, selain mendesak pemblokiran situs-situs yang dianggap radikal, Kyai jebolan Universitas Umul Qura ini juga melontarkan pernyataan tentang situs porno, yang dianggapnya sebatas makruh melihatnya. “…..situs porno secara hukum fikih tak berdosa. Hanya Makruh, yang berdosa itu yang membuat dan menjadi bintang porno,” ujar ketua PBNU itu. (Voaislam.com).
Lebih jauhnya, KH Said Aqil juga menerangkan bahwa efek membuka situs radikal lebih berbahaya bila dibandingkan dengan membuka situs porno. Kurang lebihnya, KH Said Aqil beralasan bahwa situs radikal akan dapat merusak iman dan mengantarkan seseorang sebagai pelaku teror. Sedangkan situs porno hanya merusak akhlak.
Rupanya ucapan KH Said Aqil tentang makruhnya video porno inilah yang menuai kontroversi dan dituangkan sebagai pernyataan resmi dari PBNU akan “ke-halal-an” menonton video porno. Tercatat seorang Kompasianer, Adi Supriadi, pada medio 2011, pernah memposting artikel di Kompasiana dengan judul “PBNU Halalkan Nonton Video Porno”.
Judul yang dipilih oleh Kang Adi agaknya terkesan tendensius dan menohok PBNU. Sebab, dengan judul seperti itu, Kang Adi telah mengasumsikan bahwa NU, sebagai sebuah kelembagaan, telah mengeluarkan fatwa tentang “boleh”-nya nonton video porno. Padahal sesungguhnya, secara kelembagaan, NU tak pernah mengeluarkan pernyataan demikian. Dan itu bisa kita lihat pada situs resmi milik NU.
Dengan demikian, apa yang diucapkan oleh KH Said Aqil Siradj harus dipandang sebagai pernyataan pribadi Beliau yang tidak ada sangkut pautnya dengan NU sebagai sebuah lembaga. Karena itu, sangat disesalkan mendapati kenyataan bahwa Kang Adi telah memilih judul demikian. Andai Kang Adi memilih judul dengan ada selipan kata benarkah, atau KH Said Aqil -dan bukan PBNU-, atau tanda tanya di akhirnya, tentu tak akan menimbulkan prores dari kalangan NU.
Kemudian, KH Said Aqil juga tak lepas dari kritik yang tajam. Seharusnya, dengan posisinya sebagai Ketum NU, KH Said Aqil sadar bahwa setiap ucapannya akan selalu dipandang mewakili NU secara kelembagaan. Tentu tak sepenuhnya salah jika ada sebagian orang yang berpikir singkat akan menganggap setiap ucapannya adalah wujud “fatwa” resmi dari PBNU secara kelembagaan.
Menariknya, sebelum “me-makruh-kan” menonton video porno, KH Said Aqil ternyata pernah mengatakan keharaman menonton video porno. Hal itu diucapkan ketika mengomentari kasus maraknya video mesum Ariel, Luna Maya dan Cut Tari. “Yang jelas itu yang main haram, yang menyebarluaskan haram, yang lihat juga haram. Semuanya haram,” kata KH Said usai acara hari lahir ke-64 Muslimat NU di Istora Senayan, Jakarta. (Solopos.com, Selasa, 15/06/2010).
Kesimpulannya, ada dua pernyataan berbeda tentang hukum fikih menonton video porno yang disampaikan oleh KH Said Aqil Siradj, yaitu makruh dan haram, dalam dua kesempatan yang berbeda dan konteks yang berbeda pula.
Di sinilah perlunya kita menunggu sikap KH Said Aqil Siradj yang final terkait hukum fikih menurutnya. Apakah makruh atau haram. Juga penjelasan mengenai kata “makruh” itu sendiri. Apakah sebatas “tanzih” atau “tahrim”. Sebab, dengan kondisi pemahaman masyarakat kita, kata “makruh” cenderung dianggap sebatas dibenci oleh Tuhan, namun boleh dilakukan.
KH Said Aqil juga perlu menjelaskan panjang lebar tentang apa-apa yang menjadi “istinbath” atau “wujuh istidlal” Beliau ketika mengatakan “makruh” dalam konteks membandingkan situs porno dengan radikal dan hukum “haram” ketika menyikapi kasus maraknya video porno Ariel Peterpan -kala itu.
Tentu, dengan kapasitasnya yang bisa meraih tampuk Ketum PBNU, KH Said Aqil mempunyai pertimbangan tersendiri. Beliau juga tahu kaidah-kaidah ushul fikih, seperti “Lil Wasail Hukmul Maqasid”, “Dar’ul Mafasid Muqaddamun A’la Jalbil Mashalih” bahkan hingga “Tasharruf Al-Imam ‘ala al-ra’iyyah manuthun bil mashlahah.”
Jadi lebih baik kita tunggu klarifikasi Beliau ketimbang beropini, membuat artikel dengan judul tendensius yang mencantumkan nama “PBNU”, yang tentu saja akan menyinggung perasaan kalangan NU.

0 komentar:

Posting Komentar

 

ekoqren Copyright © 2011 - |- Template created by O Pregador - |- Powered by Blogger Templates